hamster

9 Apr 2014

Makanan Memakai Formalin

BUAH BERFORMALIN : 16 Buah Sampel dari Dinas Perdagangan Berformalin Tinggi.















Foto Ilustrasi

JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman
JOGJA—

    Sebanyak 16 buah yang dijadikan sampel Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Pertanian Kota Jogja mengandung formalin. Bahkan, angka kandungan formalin yang diambil dari salah satu toko modern cukup tinggi.

     Kepala Disperindakoptan Jogja Heru Pria Warjaka menjelaskan berdasarkan hasil yang diterima dari pengujian di laboratorium Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak 16 sampel buah impor yang terdiri dari tiga jenis yaitu apel, jeruk, dan pir semua positif mengandung formalin atau zat pengawet makanan.

“Harusnya kalau bebas dari formalin itu kan angkanya 0,00 tetapi ini angkanya mulai dari 0,2 sampai ada yang 3,16. Semua postif dan kalau secara angka kan cukup tinggi,” ucap dia ditemui Harian Jogja di ruang kerjanya, Selasa (28/5).

      Terkait ini Disperindakoptan telah berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY. Berdasarkan kesepakatan BKPP dan Disperindakoptan akan menggelar rapat gabungan menyikapi dua temuan yang sama dua lembaga tersebut. Seperti yang diketahui sebelumnya hasil uji buah formalin yang dilakukan BKPP juga menemukan kandungan buah formalin.

         Rapat tersebut juga direncanakan juga akan melibatkan aparat kepolisian, BBPOM, dan toko modern yang dijadikan lokasi pengabilan sampel.

         Disebut Heru pihak toko modern akan dimintai klarifikasi terkait hal ini. Sebab berdasarkan sekepakatan seharusnya toko modern mampu menjamin produk yang diperdagangkan.
“Kami kan harus klarifikasi dulu itu karena pencemaran atau memang sengaja, kami harus klarifikasi. Kalau memang diberi itu siapa yang melakukan, kemungkinan bisa ditelusuri rantainya,” papar Heru.

       Sementara untuk langkah konkret yang akan diambil dalam waktu dekat terkait temuan ini, Heru menyatakan masih menunggu hasil pertemuan. Apakah memang nantinya akan ada sanksi atau masih berupa peringatan. Namun jika pun peringatan, toko modern harus dapat memberikan jaminan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Selain itu, temuan ini juga disebutnya sebagai pembelajaran untuk memperketat pengawasan. Pemantauan rutin akan dilakukan terkait buah impor.
“Kami juga merencanakan menerjunkan tim untuk mengawasi apakah itu juga terjadi di pedagang kecil,” tandas dia.
Editor: Maya Herawati | Kota jogja




















PENDAPAT SAYA:
Assalamu’alaikum wr.wb.
       Dari Berita yang membahas buah yang di formalin, masyarakat diminta lebih waspada dan hati-hati karena buah impor disebut-sebut mengandung bahan pengawet dan formalin. Masyarakat yang ingin memastikan buah yang dibeli bebas formalin, bisa memanfaatkan test kit formalin untuk mendeteksinya.

        Formalin merupakan racun dan bahan pengawet jenazah sehingga berbahaya jika dipakai mengawetkan makanan Seperti Buah-Buahan. Hingga saat ini tidak ada toleransi pemakaian formalin untuk makanan karena sifatnya yang berbahaya. Demikian halnya dengan boraks bila dipakai untuk mengawetkan makanan bisa menyebabkan muntah, mual, diare, kerusakan ginjal bahkan hingga kematian kalau dikonsumsi secara terus menerus dalam jumlah banyak.





PENDAPAT HUKUM ISLAM TENTANG PENGGUNAAN FORMALIN SEBAGAI BAHAN PENGAWET BUAH-BUAHAN
Undergraduate Theses from Stainpress / 2001-12-31 11:20:27
Oleh : DONA CANDRA DEWI, SHI
Dibuat : 2012-10-11, dengan 3 file

Keyword : Sadd DhariÂ’ah, Formalin, Pengawet Makanan
Subjek : Muamalat
Kepala Subjek : Muamalat
Nomor Panggil (DDC) : S-2012 MU 70
Url : http://www.stainponorogo.ac.id

        Keputusan halal dan haram bisa didapatkan dari al-QurÂ’an dan Hadith, namun ada banyak pula kasus-kasus yang tidak diketemukan penyelesaiannya dalam al-QurÂ’an dan Hadith. Untuk kasus tersebut perlu dilakukan ijtihad, seperti kasus pemanfaatan formalin (zat beracun) yang banyak digunakan sebagai bahan pengawet pada berbagai jenis makanan dan buah-buahan. Dalam kasus ini diperlukan ijtihad untuk mengetahui hukumnya. Salah satu metode ijtihad yang digunakan dalam mencari hukum pemanfaatan formalin yaitu dengan menggunakan Sadd dhari>Â’ah. Adanya perkembangan teknologi juga memungkinkan terjadinya pencampuran antara yang halal dan yang haram, antara yang suci dan yang najis, dimana pencampurannya tidak hanya sebatas pada bahan yang digunakan, tetapi juga melalui proses produksinya. 


        formalin itu haram jika digunakan untuk makanan dan buah-buahan. Keharaman ini dengan menggunakan metode sadd dari>Â’ah perbuatan yang dilakukan kemungkinan besar akan membawa kemafasadatan, hal ini dapat disandarkan pada buah angggur, yang mana buah anggur dan formalin sebenarnya halal, maka haram hukumnya jika keduanya tidak digunakan pada yang semestinya. Mengonsumsi makanan berformalin adalah haram, karena tidak diperkenankan makan/minum yang dapat membunuh cepat ataupun lambat. Menjual makanan berformalin haram, karena termasuk kedalam gharar (ketidak jelasan), yaitu adanya unsur menipu, perbuatan seperti ini dalam sebuah hadits Nabi menyebut mereka dengan فَلَيْسَ مِنَّا yaitu “tidak diakui Nabi sebagai umatku.”


Makanan yang haram dalam Islam ada dua jenis:
1.    Ada yang diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan selainnya.
2.    Ada yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya. Maksudnya asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan dalam acara-acara yang bid’ah, dan lain sebagainya.

Satu hal yang sangat penting untuk diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa apa-apa yang Allah telah halalkan berupa makanan, maka disitu ada kecukupan bagi mereka (manusia) untuk tidak mengkonsumsi makanan yang haram.
[Muqaddimah Al-Luqothot fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath'imah wal Masyrubat dan muqaddimah Al-Ath'imah karya Al-Fauzan]
Sebelum kita menyebutkan satu persatu makanan dan minuman yang disebutkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah beserta hukumnya masing-masing, maka untuk lebih membantu memahami pembahasan, kami dahului dengan beberapa pendahuluan.

§  Pendahuluan Pertama: Asal dari semua makanan adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menyatakan haramnya.
Allah -Ta’ala- berfirman:

Dalam ayat yang lain:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. Al-An’am: 119)

Maka semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at berarti adalah halal.

Pendahuluan Kedua: Manhaj Islam dalam penghalalan dan pengharaman makanan adalah “Islam menghalalkan semua makanan yang halal, suci, baik, dan tidak mengandung mudhorot, demikian pula sebaliknya Islam mengharamkan semua makanan yang haram, najis atau ternajisi, khobits(jelek), dan yang mengandung mudhorot”.

Manhaj ini ditunjukkan dalam beberapa ayat, di antaranya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 168)

Dan Allah mensifatkan Nabi Muhammad dalam firman-Nya:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al-A’raf: 157)

Allah melarang melakukan apa saja -termasuk memakan makanan- yang bisa memudhorotkan diri, dalam firman-Nya:
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
Juga sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”.

Karenanya diharamkan mengkonsumsi semua makanan dan minuman yang bisa memudhorotkan diri -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.

Adapun makanan yang haram karena diperoleh dari cara yang haram, maka Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah bersabda:
إِنَّ دِمَائَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian antara sesama kalian adalah haram”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

KESIMPULAN:
Sebagai mahluk hidup janganlah kita menjual barang dagangan yang bisa menimbulkan bahaya kepada orang orang lain. Dan marilah kita senantiasa memakan yang halal dan jauhi yang haram karena setiap perbuatan akan mendapatkan balasan oleh Allah swt.

Wassalamu’alaikum wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.boyolalipos.com/2013/buah-berformalin-16-buah-sampel-dari-dinas-perdagangan-berformalin-tinggi-411076
http://al-atsariyyah.com/kriteria-makanan-halal.html



1 Apr 2014

Organisasi Penyusun Standar Akuntansi Syariah

Organisasi Penyusun Standar Akuntansi Syariah di Indonesia
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.


Organisasi Penyusun Standar Akuntansi Internasional dan Standar yang dikembangkannya
2Pengenalan AAOIFI
Akuntansi dan Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah organisai internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar Syariat Islam lembaga keuangan dan industri. Program kualifikasi profesional (terutama CIPA, Penasihat syariat dan Auditor "CSAA", dan program kepatuhan perusahaan) yang disajika oleh AAOIFI dalam upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia industri dasar dan struktur pemerintahan.
AAOIFI didirikan sesuai dengan Perjanjian Asosiasi yang ditandatangani oleh lembaga-lembaga keuangan Islam pada 1 Safar, 1410H berkorespondensi dengan 26 Februari 1990 di Aljazair. Kemudian terdaftar pada tanggal 27 Maret 1991 di Negara Bagian Bahrain.
Sebagai organisasi internasional yang independen, AAOIFI didukung oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 45 negara, sejauh ini) termasuk bank sentral, lembaga keuangan Islam, dan peserta lain dari industri perbankan islam internasional dan keuangan, di seluruh dunia.
AAOIFI telah memperoleh dukungan untuk memastikan pelaksanaan standar, yang sekarang diadopsi di Kerajaan Bahrain, Dubai International Financial Centre, Yordania, Lebanon, Qatar, Sudan dan Suriah., yang relevan di Australia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Kerajaan Arab Saudi, dan Afrika Selatan telah mengeluarkan panduan yang didasarkan pada standar AAOIFI dan pernyataan-pernyataan.
Tujuan dari AAOIFI adalah:
1.    Untuk mengembangkan pemikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam;
2.    Untuk menyebarluaskan pikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya;
3.    Untuk menyiapkan, menyebarkan dan menafsirkan standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
4.    Untuk meninjau dan mengubah standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
AAOIFI melaksanakan tujuan tersebut sesuai dengan ajaran syariat Islam yang merupakan sistem yang komprehensif untuk semua aspek kehidupan, sesuai dengan lingkungan di mana institusi keuangan Islam telah berkembang. Kegiatan ini dimaksudkan baik untuk meningkatkan kepercayaan pengguna dari laporan keuangan lembaga keuangan Islam dalam informasi yang dihasilkan tentang lembaga-lembaga ini, dan untuk mendorong para pengguna untuk melakukan investasi atau deposito dana mereka di lembaga keuangan Islam dan untuk menggunakan layanan mereka.
AAOIFI telah berhasil menyusun beberapa hal, yakni:
1.    Tujuan dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan
2.    Standar akuntansi untuk lembaga keuangan khususnya bank
3.    Tujuan dan standar auditing untuk lembaga keuangan
4.    Kode etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan
Standar syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI
1. Perdagangan dalam mata uang.
2. Debit Card, Charge Card dan Kartu Kredit.
3. Default di Pembayaran oleh Debitur.
4. Penyelesaian Utang oleh Set-Off.
5. Jaminan.
6. Konversi dari Bank Konvensional Bank Islam.
7. Hawala.
8. Murabahah untuk Orderer Pembelian.
9. Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamleek.
10. Salam dan Paralel Salam.
11. Paralel Istisna'a dan Istisna'a.
12. Sharika (Musyarakah) dan Modern Korporasi.
13. Mudharabah.
14. Documentary Credit.
15. Jua'la.
16. Commercial Papers.
17. Investasi Sukuk.
18. Kepemilikan (Qabd).
19. Pinjaman (Qardh).
20. Komoditas di Pasar terorganisir.
21. Keuangan Papers (Saham dan Obligasi).
22. Concession Contracts.
23. Agency.
24. Pembiayaan sindikasi.
25. Kombinasi Kontrak.
26. Islamic Insurance.
27. Indeks.
28. Layanan Perbankan.
29. Etika dan ketentuan untuk fatwa.
30. Monetisasi (Tawarruq)
31. Gharar Ketentuan dalam Transaksi Keuangan
32. Arbitrase
33. Waqf
34. Ijarah pada Buruh (Individu)

35. Zakat

Standar Akuntansi Syariah dan yang berlaku di Indonesia

 Sejarah standar Akuntansi Syariah dan yang berlaku di Indonesia
             Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama DSAK – IAI untuk entitas syariah perlu diajungkan jempol dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tanggal 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003 . hanya berlaku hanya dalam tempo 5 tahun.
PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka komite akuntansi syariah dewan standar akuntasi keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008.
             Keenam PSAK itu adalah PSAK No 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah, PSAK No 102 tentang akuntansi Murabahah (Jual beli), PSAK No 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK No 104 tentang Akuntansi Isthisna, PSAK No 105 tentang Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil), dan PSAK No 106 tentang Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
    Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada pernyataan akuntansi perbankan syariah indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (DSN MUI).
Berikut ini perbedaan utama antara PSAK 59 dengan PSAK 106.
Perbedaan Utama  PSAK 59 vs PSAK 101-106
No
PSAK 59
PSAK 101-106
1
Hanya 1 Standar.
Ada 7 Standar.
2
Hanya untuk entitas bank syariah (Umum, BPRS).
Berlaku untuk entitas syariah & konvensional.
3
Tujuan LK tidak ada dalam PSAK 59.
Ada 4 Tujuan LK (shariah compliance, accountability on fund, profitability).
4
Tidak ada metode Pengukuran di atur.
Dikenal 3 metode pengukuran (historis, current value, Ne realizable value).
5
Tidak mengatur pihak terkait dengan entitas syariah.
Mengatur pihak terkait dengan entitas syariah

             Seiring berkembangnya kebutuhan akan PSAK syariah, KAS DSAK kembali mengeluarkan 2 PSAK di tahun 2009 yaitu PSAK No 107 mengenai Ijarah, dan PSAK No 108 mengenai akuntansi transaksi syariah. Sampai saat ini DSAK telah mengeluarkan Kerangka dasar Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK Syariah), 8 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (6 standar diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Arab) dan 3 Eksposure Draft PSAK Syariah yaitu ED PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah, ED PSAK Syariah 110 Akuntansi Hawalah, dan ED PSAK Syariah 111 Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah. Berikut ini penjelasan singkat tentang PSAK syariah yang telah terbit (PSAK 101-108) dan 3 Eksposure Draft nya.

1. PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) untuk entitas syariah, yang selanjutnya disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam PSAK terkait.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan dalam penyajian laporan keuangan entitas syariah untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK. Entitas syariah yang dimaksud di PSAK ini adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) seperti pemerintah, lembaga pengawas independen, bank sentral, dan sebagainya.
komponen laporan keuangan entitas syariah yang lengkap :
neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dana penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan keuangan.
Lembaga keuanagan harus menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup dalam komponen laporan keuangan diatas.

2. PSAK 102 Akuntansi Murabahah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Transaksi murabahah :
Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun; dan lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah.


3. PSAK 103 Akuntansi Salam
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi salam.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam.
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
a. Akuntansi pembeli
Modal usaha salam asset non kas dinilai sebesar nilai wajar (selisih nilai wajar dan nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian).
· Penerima barang
a. Sesuai dengan akad
b. Berbeda dengan akad
c. Tidak menerima sebagian atau seluruh, maka pengiriman dapat diperpanjang, dibatalkan sebagian atau seluruh, atau dibatalkan sebagian atau seluruh (ada jaminan)
b. Akuntansi penjual
· Asset non kas yang diterima dicatat sebesar nilai wajar.
· Salam pararel : pembayaran pembeli akhir – biaya perolehan – keuntungan atau kerugian.

4. PSAK 104 Akuntansi Istishna'
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara pembayaran di muka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tiak dapat berubah selama jangka waktu akad.
a. Akuntansi penjual
Segmentasi akad jika proposal terpisah untuk setiap asset, dinegosiasikan terpisah untuk setiap aset, dan biaya serta pendapatan tiap asset bisa di identifikasi.
Penyatuan akad jika dinegosiasika sebagai satu paket, asset berhubungan erat sekali, dan dilakukan serentak (berkesinambungan).
Pendapatan : metode persentase penyelesaian dan metode akad selesai.
Pendapatan istishna pembayara tangguh (lebih dari satu tahun) terdiri dari margin keuntungan (jika dihitung secara tunai) dan selisih nilai akad dengan nilai tunai.
Pengakuan taksiran rugi jika total biaya perolehan meebihi pendapatan.
b. Akuntansi pembeli
Beban istishna’ tangguhan : selisih antara harga beli dan biaya perolehan tunai.
Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’
Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan entitas yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’.

5. PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

6. PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.


7. PSAK Syariah 107 Akuntansi Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. PSAK ini mengatur untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah.
Karakteristik Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

8. PSAK Syariah 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi syariah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 111, pernyataan ini diterapkan untuk transaksi asuransi syariah yang dilakukan oleh entitas asuransi syariah. Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam PSAK ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory) misalnya untuk regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas asuransi syariah.
Karakteristik asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.
Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas asuransi syariah.

a.    ED PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 109, pernyataan ini berlaku untuk amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah. Amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, yang selanjutnya disebut “amil”, merupakan organisasi pengelola zakat yang pembentukannya dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah.
Pernyataan ini tidak berlaku untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, tetapi bukan kegiatan utamanya. Entitas tersebut mengacu ke PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
Infak/sedekah adalah harta yang  diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun yang tidak dibatasi. Karakteristik zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada mustahiq baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai persyaratan nisab, haul (baik yang periodik maupun yang tidak periodik), tarif zakat (qadar), dan peruntukkannya. 
Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik tertentu maupun tidak tertentu peruntukannya. Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan tata kelola yang baik.
b.   ED PSAK Syariah 110 Akuntansi Hawalah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengakuan transaksi hawalah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas keuangan syariah yang melakukan transaksi hawalah.
Entitas keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
entitas keuangan syariah nonbank, seperti lembaga pembiayaan; dan entitas keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan transaksi hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak kepada pihak lain, terdiri atas hawalah muqayyadah dan hawalah muthlaqah.
c.    ED PSAK Syariah 111 Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi penyelesaian utang piutang murabahah bermasalah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 108, pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan penyelesaian atas utang piutang murabahah bermasalah. Pernyataan ini mengatur perlakuan akuntansi keuangan dan pelaporan penyelesaian utang piutang murabahah bermasalah, baik bagi kreditur (penjual) maupun debitur (pembeli). Pernyataan ini tidak mencakup akuntansi untuk penyisihan piutang tidak tertagih dan tidak mengatur metode estimasi piutang tidak tertagih.
Penyelesaian piutang murabahah melalui restrukturisasi piutang murabahah dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan kemampuan dalam membayar angsuran atau tagihan murabahah.
Kreditur yang melakukan restrukturisasi atas piutang murabahah-nya yang bermasalah akibat penurunan kemampuan pembayaran dari debitur dapat dilakukan dengan cara, satu atau lebih kombinasi berikut:
1.    Memberi potongan tagihan murabahah;
2.    Melakukan penjadualan kembali tagihan murabahah;

3.    Melakukan konversi akad murabahah.