2.1
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi
untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram) dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Sejarah
perbankan syariah di dunia dan di Indonesia
a. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di dunia
Perbankan
syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan Masih di Negara yang
sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank
didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun
dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat
islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara
yang tergabung dalam organisasi konferensi Islam, walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
pinjaman berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan
negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic
Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
menunaikan ibadah haji.
b. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di Indonesia
Di Indonesia pelopor perbankan
syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini
diprakarsai oleh majelis ulama indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari ikatan cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat pertama didirikan terkumpul komitmen pembelian saham
sebesar Rp 84 Milliar dan pada tanggal 3 Nopember 1991 dalam acara silaturrahmi
presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor
awal sebesar Rp 106.126.382.000. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 01
Mei 1992, BMI mulai beroperasi, namun masih menggunakan UU No. 7 tahun 1992,
dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas
lalu. BMI sampai September 1999, telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar
di Jakarta, Bandung, Semarang, Balikpapan dan Makasar.
Bank ini sempat terimbas
oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank
ini dan pada periode 1999-2002 akhirnya dapat bangkit dan menghasilkan laba .Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan.
Prinsip Dasar Perbankan
Syariah dan Produk yang ditawarkan
Batasan-batasan bank syariah yang harus
menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah
harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan
syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
1.
Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
ketika si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a.
Wadiah Yad Al-Amanah
(Trustee Depository) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan
barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian
penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe
deposit box.
b.
Wadiah Yad adh-Dhamanah
(Guarantee Depository) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik
barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab
terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan
yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima
titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan
2.
Prinsip Bagi Hasil (Profit
Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola
dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a.
Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad
mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
1.
Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul
maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b.
Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.Dua jenis al-musyarakah:
1.
Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya
yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
2.
Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
3.
Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem
yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu
barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
Keuntungan (margin). Implikasinya berupa :
a.
Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b.
Salam
Salam adalah
akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c.
Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga
bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka,
cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus
diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak
lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut
istishna paralel.
4.
Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas
barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah,
sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan
sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir
masa sewa.
5.
Prinsip Jasa (Fee-Based
Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan
non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
antara lain:
a.
Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b.
Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
c.
Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam
perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated
check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
d.
Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik
si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan utang atau gadai.
e.
Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini
diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
f. Pelayanan Jasa
1. Letter of credit (L/C) impor Syariah
Bank Syariah – Basis Bank Modern L/C adalah surat pernyataan akan
membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan imprtir dengan
pemenuhan prasyaratan tertentu.
2. Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima
jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang di
jamin kepada pihak ketiga dimaksud.
3. Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlainan jenis, baik membeli
atau menjual kepada nasabah.
Perkembangan
Bank Syariah
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi
ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer
bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah
menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998
telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena
kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah
dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Hingga tahun 1998 praktis bank syariah
tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual Banking System melalui
UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5 tahun saja
sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank syariah bertambah
menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank
Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvensional.
Tidak
hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan
daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap
stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang
sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam, dan para penyimpan dana di
bank-bank syariah.
Perbankan
syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa
perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan
signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk
merealisasikannya.
Langkah
strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah
pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang unit
usaha syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank
syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan
Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7
tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Untuk
menilai perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun biasanya menggunakan
beberapa standar, diantaranya :
1. Jumlah aktiva.
2. dana pihak ketiga (DPK).
3. pembiayaan bank.
Tabel 1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)
KETERANGAN
|
TAHUN
|
|||||
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
Jan-10
|
|
Bank Umum Syariah
|
|
|
|
|
|
|
- Jumlah bank
|
3
|
3
|
3
|
5
|
6
|
6
|
- Jumlah kantor
|
304
|
349
|
401
|
581
|
711
|
815
|
Unit Usaha Syariah
|
|
|
|
|
|
|
- Jumlah bank
|
19
|
20
|
26
|
27
|
25
|
25
|
- Jumlah kantor
|
154
|
183
|
196
|
241
|
287
|
268
|
Bank pembiayaan rakyat
syariah
|
|
|
|
|
|
|
- Jumlah bank
|
92
|
105
|
114
|
131
|
138
|
140
|
- jumlah kantor
|
92
|
105
|
185
|
202
|
225
|
263
|
Sumber : BI, statistik
perbankan syariah januari 2010
Tabel
1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan BI
sampai dengan januari 2010. Secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah
sungguh membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada
tahun 1998 hanya ada satu bank umum syariah dan 76 bank perkreditan rakyat syariah,
maka pada Januari 2010 jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri
atas 6 bank umum syariah dan 25 unit usaha syariah. Selain itu, jumlah bank
perkreditan rakyat syariah (BPRS) telah mencapai 140 unit pada periode yang
sama.
Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah
(dalam milyar rupiah)
INDIKASI
|
TAHUN
|
||||||
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
Aset
|
7.945
|
15.21
|
20.88
|
28.722
|
36,537
|
49.555
|
66.09
|
DPK
|
5.725
|
11.718
|
15.584
|
20.672
|
28.011
|
36.852
|
52.271
|
Pembiayaan
|
5.561
|
11.324
|
15.27
|
20.445
|
27.944
|
38.198
|
46.886
|
FDR
|
97,14%
|
96,64%
|
97,76%
|
98,90%
|
99.76%
|
103.65%
|
89.70%
|
NPF
|
2,34%
|
2,38%
|
2,82%
|
4,75%
|
4,07%
|
3.95%
|
4.01%
|
Sumber : BI, statistik
perbankan syariah januari 2010
Tabel
1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-indikasi perbankan syariah.
Perkembangan asset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir
tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37 persen.
Penghimpunan dana dan pembiayaan mencapai peningkatan sebesar 41,84 dan 22,74
persen.
Jika
dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga
(DPK) yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank
syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %.
Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan Maret
– November lebih besar dari dana pihak ke tiga.
Yang
perlu di catat disini adalah, meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar
dari DPK, tetapi tingkat kegalalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing (NPF) ternyata
lebih sedikit dari periode tahun 2006-2007, yakni hanya sebesar 3.95%, masih
dibawah batas ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah betul
betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak
mengabaikan prinsip kehati-hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan
perbankan syariah relatif lebih sehat.
Tabel 1.3. Perbandingan Pangsa Perbankan Syariah
Terhadap Total Bank
|
Bank Syariah (Des 08)
|
Total Bank
|
Bank Syariah (Des 09)
|
Total Bank
|
||
Nominal
|
Share
|
Nominal
|
Share
|
|||
Total Asset
|
49,56
|
2.14%
|
2,310.60
|
66,09
|
2.61%
|
2,534.10
|
Deposit Fund
|
36,85
|
2.10%
|
1,753.30
|
52,27
|
2.65%
|
1,973.00
|
Credit Financial
Extended
|
38,20
|
-
|
-
|
46,88
|
-
|
-
|
FDR/LDR
|
103.66%
|
-
|
-
|
89.70%
|
-
|
-
|
Sumber : BI, statistik perbankan
syariah januari 2010
Pada
tabel 1.3 terlihat bahwa pangsa perbankan syariah meningkat jika dibandingkan
dengan tahun 2008 pada bulan yang sama, yaitu asset menjadi 2.61% meningkat
sebesar 0.47% , Deposit Fund atau DPK juga mengalami pertumbuhan menjadi 2,02%,
meningkat 0,24%. hal ini menunjukkan kinerja dan potensi perbankan syariah
mengalami perkembangan yang baik.
a.
Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Perbankan syariah
Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang yang mengembirakan
dan perlu dioptimalkan guna membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam
rangka mendukung program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain
restrukturisasi perbankan. Hal itu dikarenakan adanya beberapa pertimbangan,
antara lain ;
1.
Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep
bunga.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam merupakan
faktor penggerak kebutuhan akan hadirnya perbankan syariah yang tidak
menggunakan sistem bunga yang mendekati dengan riba yang jelas-jelas dilarang
dalam islam.
2.
Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.
Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan adalah
hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang debitur harus dan wajib
mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, apakah debitur mendapatkan untung
atau rugi. Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini berbeda dengan sistem
perbankan syariah. Konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang
harmonis (mutual investor relationship),
sehingga adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah
menerapkan nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan
nilai keadilan, persaudaraan, kepedulian sosial yang bersifat horisontal.
3.
Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif berupa penghapusan
pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual
interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif dan
pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal). Produk perbankan seperti berupa
tabungan, giro dan deposito yang menerapkan prinsip-prinsip simpanan (depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease),
jasa (fee based services).
4.
Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah
Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk membuka kantor
bank umu syariah ataupun kantor unit syariah dapat terlihat dari perkembangan
yang pesat jumlah perbankan syariah di Indonesia
5.
Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan dengan cara sesuai Islam
Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan Quality Assurance Service Australia,
predikat ISO 9001 tahun 2000 untuk pelayanan bank khususnya customer service dan taller banking diberikan pada BMI, serta
Market Research Indonesian tahun
2000, yang memasukkan BMI masuk deretan unggulan terbaik dari 5 bank dalam
pelayanan.
b. Faktor-Faktor Penghambat
Tidak obyektif kiranya jika kita hanya menampilkan faktor
pendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia tanpa menjelaskan juga
faktor penghambat yang merupakan tantangan bagi kita, terutama berkaitan dengan
penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem yang mempunyai sejumlah
perbedaan prinsip-prinsip dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat
di Indonesia. Faktor-faktor penghambat itu adalah sbb. :
1.
Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah
Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal pengembangan
dapat dimaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian masyarakat mengenai
sistem dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, Sistem
Ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan
hanya pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi, secara praktis,
bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan
nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih perlu
disosialisasikan secara luas. Adanya perbedaan karakteristik produk bank
konvensional dengan bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi
pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh
hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan.
Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah
juga dapat memberikan keuntungan finansiil yang kompetitif.
2.
Jaringan kantor bank syariah yang belum luas
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan
jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank
syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah.
Kerjasama yang sangat diperlukan antara lain, berkenaan dengan penempatan dana
antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai suatu badan usaha,
bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis. Karenanya, jumlah
jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha. Berkembangnya
jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan komposisi ke arah
peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa bank
syariah.
3.
Kecilnya market share
Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan utama
menggerakan perekonomian secara produktif. Di samping sungguh-sungguh
menjalankan fungsi intermediasi karena secara syariah tugas bank selaku mudharib (pengelola dana) harus
menginvestasikan pada sektor ekonomi secara riil untuk kemudian berbagi hasil dengan
sahibul maal (pemilik dana) sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain karena bank
syariah mempunyai keterbatasan dana baik dari segi permodalan maupun jumlah
dana masyarakat yang berhasil dihimpun karena alasan-alasan seperti yang
diungkapkan di atas.
4.
Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih
sedikit
Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan
syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping
itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga
tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang non perbankan syariah, baik dari
sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih
sangat sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar