BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di zaman
modern ini, salah satu bentuk dan gerakan wakaf yang banyak mendapat perhatian
para cendikiawan dan ulama adalah cash waqf (wakaf tunai). Dalam sejarah Islam,
cash waqf berkembang dengan baik pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani.
Namun baru
belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan
pakar ekonomi Islam. Di Indonesia hasil diskusi dan kajian itu membuahkan hasil
yang menggembirakan, yakni dimasukkannya dan diaturnya cash waqf (wakaf
tunai)dalam perundangan-undangan Indonesia melalui UU No 41 tahun 2004 tentang
Wakaf. Dengan demikian, wakaf tunai telah diakui dalam hukum positif di
Indonesia.
Lahirnya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diarahkan
untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun
kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi
momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung
pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi
wakaf
secara modern.
Apabila
dalam perundang-undangan sebelumnya, PP No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik, konsep wakaf identik dengan tanah milik, maka dalam Undang-Undang
Wakaf yang baru ini konsep wakaf mengandug dimensi yang sangat luas. Ia
mencakup harta tidak bergerak maupun yang bergerak, termasuk wakaf tunai yang
penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan
social keagamaan. Formulasi hukum yang demikian, jelas suatu perubahan yang
sangat revolusioner dan jika dapat direalisasikan akan memiliki akibat yang
berlipat ganda atau multiplier effect, terutama dalam kaitannya dengan
pemberdayaan ekonomi umat Islam.
Namun usaha
ke arah itu jelas bukan pekerjaan yang mudah. Umat Islam Indonesia selama
ratusan tahun sudah terlanjur mengidentikkan wakaf dengan (dalam bentuk)tanah,
dan benda bergerak yang sifatnya bendanya tahan lama. Dengan demikian, UU No. 41
tahun 2004 diproyeksikan sebagai sarana rekayasa sosial (social
engineering),melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat
Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut.3. Salah satu regulasi baru
dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Tunai. Melalui
makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai Wakaf Tunai.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengertian dari wakaf tunai ?
2. Bagaimana potensi
dari wakaf tunai?
3. Bagaimana
tata cara wakaf tunai?
4. Bagaimana
pengelolaan wakaf tunai?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wakaf Tunai
Wakaf tunai
adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Hukum wakaf tunai telah menjadi
perhatian para fuqaha. Terdapat perbeedaan pendapat mengenai hukum wakaf tunai. Imam Bukhri
mengungkap kan bahwa Iman Az- zuhri berpendapat dinar dan dirham (keduanya mata
uang yang berlaku ditimur tengah) boleh untuk diwakafkan. Caranya ialah
dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian
menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Wahbah Az- Zuhaili juga mengungkapkan bahwa madzhab hanafi
membolehkan wakaf tunai karena sudah banyak dilakukan dikalangan masyarakat.
Madzhab hanafi memang berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan adat
kebiasaan mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan
nash(teks).Dasar argumentasi
madzhab hanafi adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, r.a yang
artinya:
“apa
yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah adalah baik,
dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun
buruk”
cara
melakukan wakaf tunai menurut madzhan hanafi ialah dengan menjadikannya modal
usaha dengan cara mudharabah. Sedangkan keuntungannya disedekahkan kepada pihak
wakaf.
Ibn Abidin, mengemukakan bahwa wakaf
tunai yang dikatakan merupakan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat adalah
kebiasaan yang berlaku di wilayah romawi, sedangkan di negeri lain wakaf tunai
bukan merupakan kebiasaan. Karena itu Ibn Abidin berpandangan bahwa wakaf tunai tidak
boleh atau tidak sah. Yang juga berpandangan bahwa wakaf tunai tidak boleh
adalah madzhab syafii. Menurut al-bakri, madzhab syafii tidak membolehkan wakaf
tunai, karena dirham dan dinar akan lenyap ketika dibayar sehingga tidak ada
wujudnya. Perbedaan pendapat di atas, bahwa alasan boleh dan tidak bolehnya
wakaf tunai berkisar pada wujud uang.[1]
B. Dasar Hukum Wakaf
Tunai
Dasar hukum wakaf tunai ini adalah Hadits dari Abdullah ibn
Umar, katanya: Umar (Bapakku) mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, maka
beliau mendatangi Rasulullah, dan berkata: “Saya mendapatkan sebidang tanah
di Khaibar yang aku tidak hanya ingin mendapatkan hartanya semata, maka apa
yang akan engkau perintahkan kepadaku dengan tanah itu? Jawab Rasulullah: Jika engkau mau,
pertahankan pokok harta tanah itu, dan bershadaqahlah dari hasilnya.” Maka,
Umar pun bershadaqah dengan hasil sebidang tanah itu, beliau tidak menjual atau
menghibahkan tanah tersebut, ataupun mewariskannya. Shadaqahnya, beliau
salurkan kepada orang fakir-miskin, kerabat, memerdekakan budak, fii
sabilillah, tamu, ibnu sabil, dan beliau tidak melarang orang lain untuk
mengambil dan memakannya asal sebatas kewajaran, atau memberi makan kawannya
asalkan bukan untuk memperkaya diri.[2]
C. Potensi wakaf tunai (wakaf uang)
Wakaf uang,
dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf
menjadi lebih produktif. Karena uang di sini tidak lagi dijadikan sebagai alat
tukar menukar saja, lebih dari itu; ia merupakan komoditas yang siap
memproduksi dalam hal pengembangan yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan jenis
komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat memunculkan sesuatu hasil
yang lebih banyak.
Uang,
sebagai nilai harga sebuah komoditas, tidak lagi dipandang semata mata sebagai
alat tukar, melainkan juga komoditas yang siap dijadikan alat produksi. Ini
dapat diwujudkan dengan misalnya, memberlakukan sertifikat wakaf uang yang siap
disebarkan ke masyarakat. Model ini memberikan keuntungan bahwa wakif dapat
secara fleksibel mengalokasikan (tasharufkan) hartanya dalam bentuk wakaf.
Demikian ini karena wakif tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk
selanjutnya dibelikan barang produktif. Juga, wakaf seperti ini dapat diberikan
dalam satuan satuan yang lebih kecil.
Wakaf uang
juga memudahkan mobilisasi uang di masyarakat melalui sertifikat tersebut
karena beberapa hal. Pertama, lingkup sasaran pemberi wakaf (waqif) bisa
menjadi luas dibanding dengan wakaf biasa. Kedua, dengan sertifikat tersebut,
dapat dibuat berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang
dituju yang dimungkinkan memiliki kesadaran beramal tinggi.
Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang,
maka umat akan lebih mudah memberikan kontribusi mereka dalam wakaf tanpa harus
menunggu kapital dalam jumlah yang sangat besar. Karena, meskipun sangat kecil jumlahnya, wakaf
dalam bentuk uang ini masih saja dapat menerimanya, disesuaikan dengan tingkat
kesejahteraan wakif. Model wakaf semacam ini akan memudahkan masyarakat kecil
untuk ikut menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi
‘tuan tanah’ untuk menjadi wakif. Selain itu, tingkat kedermawanan masyarakat
Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat optimis mengharapkan partisipasi
masyarakat dalam gerakan wakaf tunai.
Jumlah umat
Islam yang terbesar di seluruh dunia merupakan aset besar untuk penghimpunan
dan pengembangan wakaf uang. Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan maka ada
dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan
kesejahteraan umat. Bisa dibayangkan, jika 20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan
wakaf tunai senilai Rp 100 ribu setiap bulan, maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24
triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang yang berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana
wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat muslim
yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000, per bulan maka akan diperoleh
pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per
tahun). Jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan
diperoleh penambahan dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120
miliar per tahun). Sungguh suatu potensi yang luar biasa.[3]
D. Tata Cara Wakaf Tunai
Wakaf tunai
merupakan terobosan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,
yaitu pasal 28 sampai pasal 31, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
· Wakif
dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
· Wakaf
benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak
wakif yang dilakukan secara tertulis.
· Wakaf
benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
· Sertifikat
wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada
wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
· Lembaga
keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkan sertifikat
wakaf uang.[4]
Dari
berbagai ketentuan di atas, tata cara perwakafan tunai kiranya dapat
dikonstruksi sebagai berikut:
· Wakaf
uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
· Karenanya
wakaf uang yang berupa mata uang asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam
rupiah.
· Wakif
yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang
(sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan saran dan
pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia, untuk:
o Menyatakan
kehendaknya, yaitu mewakafkan uangnya;
o Menjelaskan
kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan;
o Menyetorkan
secara tunai sejumlah uang ke lembaga keuangan syariah tersebut;
o Mengisi
formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf.
· Dalam
hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
· Wakif
juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan), yang selanjutnya nazhir menyerhakan akta ikrar wakaf tersebut
kepada Lembaga Keuangan Syariah.
Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh suatu Lembaga
Keuangan Syariah untuk menjadi Penerima Wakaf Uang adalah sebagai berikut:
· Memiliki
kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
· Bergerak
di bidang keuangan syariah;
· Memiliki
fungsi menerima titipan (wadi’ah).
· Lembaga
Keuangan Syariah mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Agama
dengan melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum.
· Mengajukan
permohonan menjadi Lembaga Keuangan Syariah
· Penerima
Wakaf Uang secara tertulis kepada Menteri Agama dengan melampirkan anggaran
dasar dan pengesahan sebagai badan hukum.
Kemudian
Menteri paling lambat dalam waktu tujuh hari menunjuk Lembaga Keuangan Syariah
atau menolak permohonan tersebut sebagai Penerima Wakaf Uang.
Lalu Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk: (1) mengumumkan
kepada publik atas keberadaannya sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima
Wakaf Uang (2) menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang (3) menerima secara
tunai wakaf uang dari wakif atas nama nazhir (4) menempatkan uang wakaf ke
dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama nazhir yanmg ditunjuk wakif (5)
menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir
pernyataan kehendak wakif (6) menerbitkan sertifikat wakaf uang serta
menyerahkan sertifikat tersebut kepada wakif dan menyerahkan tembusan
sertifikat kepada nazhir yang ditunjuk oleh wakif (7) mendaftarkan wakaf uang
tersebut kepada Menteri Agama atas nama nazhir.
Sedang isi sertifikat wakaf uang sekurang-kurangnya harus
memuat keterangan mengenai: (a) nama Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf
(b) nama wakif (c) alamat wakif (d) jumlah wakaf uang (e) peruntukan wakaf (f)
jangka waktu wakaf (g) nama nadzir yang ditunjuk (h) tempat dan tanggal
penerbitan sertifikat wakaf uang.
Bagi wakif yang berkehendak melakukan wakaf uang dalam
jangka waktu tertentu, maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, nazhir
wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang tersebut kepada wakif atau ahli
warisnya/penerus haknya melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Tunai.[5]
E. Pengelolaan wakaf
tunai
Substansi wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul,
bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide
revitalisasi fiqih muamalah dalam perspektif filosofi dan tujuan syariah yang
dalam pandangan Umar Capra bermuara pada al- maslahah al-
mursalah (kemaslahatan universal) termasuk upaya mewujudkan
kesejaahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.
Dalam rangka pergerakan dana masyarakat dan optimalisasi
potensi financial umat untuk kemaslahatan perekonomian, gagasan wakaf tunai
akan dapat melengkapi UU No 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas
Undang-undang No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, dimana zakat
dimasukkan sebagai faktor pengurang pajak. Disamping itu juga dapat mendukung
lembaga- lembaga pengelola zakat dengan diberlakukannya UU pengelola zakat No
38 tahun 1999. Departemen Agama sebagai pemegang otoritas keagamaan dan saat
ini juga otoritas administrasi wakaf secara pro-aktif memintakan fatwa kepada
Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengenai status hukum wakaf uang guna
penyempurnaan PP No 28 tahun 1977 agar lebih akomodatif dan ekstensifdan
sekarang telah diakomodir dalam Undang-undang NO 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Keberadaan model wakaf tunai dirasakan perlu sebagai
instrumen keuangan alternatif yang dapat mengisi kekurangan – kekurangan badan
sosial yang telah ada, yaitu melalui lembaga wakaf. Penyaluran wakaf ini sudah
berlangsung sangat lama di Indonesia. Dalam Undang- undang NO 41 tahun 20004
tentang wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan
atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Selama ini wakaf yang ada di masyarakat adalah berupa tanah
dan bangunan seperti masjid, mushollah, sekolahan, panti dan lain sebagainya.
Sementara, kebutuhan masyarakat saat ini sangat besar sehingga mereka
membutuhkan dana tunai untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan prinsip
wakaf tunai yaitu wakaf yang tidak hanya berupa property, tapi wakaf dengan
dana (uang) tunai.
a. Pemanfaatan
Wakaf Tunai
Pengelolaan dana wakaf tunai sebagai instrumen investasi
menjadi menarik, karena benevit atas investasi tersebut- dalam bentuk
keuntungan investasi-akan dapat dinikmati oleh masyarakat dimana saja baik
lokal, regional maupun internasional. Hal ini dimungkinkan karena benefit atas
investasi tersebut berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary manapun
diseluruh dunia. Sementara investasi akan dana wakaf tersebut dapat dilakukan
dimana pun tanpa batas negara, mengingat wakaf tunai yaitu cash yang dapat
diinvestasikan dinegara manapun. Hal inilah yang diharapkan maupun menjembatani
kesenjangan antara masyarakat “ kaya “ dengan masyarakat “ miskin “, karena
diharapkan terjadi transfer kekayaan ( dalam bentuk keuntungan investasi) dari
masyarakat kaya kepada masyarakat miskin.
Dana wakaf juga dapat digunakan untuk mendukung berbagai
aktivitas, baik dibidang pengadaan social good maupun private
good. Oleh karenanya, penggunaan dana hasil pengelolaan wakaf tersebut
dapat membuka peluang bagi analisa ekonomi yang menarik berkenan dengan alokasi
sumber dalam kerangka keuangan publlik.
b. Operasionalisasi
sertifikat wakaf tunai
a) Wakaf tunai harus
diterima sebagai sumbangan sesuai syari’ah.
b) Wakaf dilakukan dengan
tanpa batas, waktu dan rekeningnya harus terbuka, dengan nama yang ditentukan waqif.
c) Waqif mempunyai
kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana tercantum didalam daftar yang
jumlahnya ada 32 sesuai dengan identifikasi yang telah dibuat atau tujuan lain
yang diperkenakan syariat.
d) Wakaf tunai selalu menerima
pendapatan dengan tingkat tertinggi yang ditawarkan bank dari waktu kewaktu.
e) Kuantitas wakaf tetap
utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan
yang telah ditentukan oleh waqif.
f) Waqif dapat
meminta bank mempergunakan keseluruhan profit untuk tujuan-tujuan yang telah
ditentukan.
g) Waqif dapat memberikan
wakaf tunai untuk sekali saja, atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan
sejumlah wakaf dengan cara melakukan deposit pertama kalinya sebesar
(ditentukan kemudian).
h) Wakif juga dapat
meminta kepada bank untuk merealisasikan wakaf tunai pada jumlah tertentu untuk
dipindahkan dari rekening wakaf pada pengelola harta wakaf.
i) Atas
setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf
tersebut mencapai jumlah yang ditentukan, barulah diterbitkan sertifikat.
F. Analisis
Sebagai mana telah diketahui bahwa Kebolehan wakaf tunai
sudah diatur dalam UU No 41 tahun 2004 yang belum lama ini disahkan oleh DPR RI
serta berdasarkan fatwa MUI Indonesia tanggal 11 Mei 2002 yang berbunyi :
1. Wakaf uang (cash wakaf/ waqf al-nuqud) adalah
wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam
bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga.
3. Waqaf uang hukumnya jawaz
(boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh
disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
Dengan
diundangkannya UU No. 41 Tahun 2004, maka kedudukan wakaf menjadi sangat jelas
dalam tatanan hukum nasional, tidak saja dari sisi hukum Islam (fiqh). Dengan krisis yang dialami oleh
Indonesia, maka wakaf tunai ini dapat menjadi salah satu instrumen dalam
program pengentasan kemiskinan. Karena dengan wakaf tunai arahnya adalah wakaf
menjadi produktif dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat
yang membutuhkan dan di bawah garis kemiskinan. Seseorang yang memiliki uang
atau dana yang terbatas pun dapat melaksanakan wakaf tunai ini dengan
kemampuannya
Dengan Demikian, wakaf tunai bisa dilakukan
oleh siapapun meski dana yang dimiliki cukup terbatas. Karena wakaf tunai ini
memberi jalan kepada kaum muslimin yang ingin berwakaf, meskipun ia bukan dari
golongan aghniya (orang kaya)..
Sebenarnya, wakaf tunai itu pada dasarnya bertujuan
menghimpun dana abadi yang bersumber dari umat, yang kemudian dapat
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepentingan dakwah
dan masyarakat. Selama
ini, masyarakat hanya mengenal wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan. Sedangkan wakaf dalam bentuk uang
belum tersosialisasi dengan baik.
Melihat
potensinya yang luar biasa, pemerintah hendaknya mulai memikirkan secara
serius upaya
untuk menggali potensi wakaf tunai ini. Kita beruntung bahwa Indonesia telah
memiliki UU No
41/2004 tentang Wakaf.
Ada tiga
langkah yang mendesak untuk dilakukan. Pertama, hendaknya kampanye dan sosialisasi wakaf tunai lebih
ditingkatkan. Kedua, segera membentuk dan memperkuat struktur BWI sebagai lembaga nadzir negara. Ketiga,
mendorong bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya untuk mengintensifkan gerakan
wakaf tunai sebagai gerakan pengentasan kemiskinan nasional.
BAB III
KESIMPULAN
Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok
orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai
Wakaf uang,
dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf
menjadi lebih produktif. Karena uang merupakan komoditas yang siap
memproduksi dalam hal pengembangan yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan jenis
komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat memunculkan sesuatu hasil
yang lebih banyak
Tata cara perwakafan tunai kiranya dapat dikonstruksi
sebagai berikut:
· Wakaf
uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
· Karenanya
wakaf uang yang berupa mata uang asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam
rupiah.
· Wakif
yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang
(sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan saran dan
pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia
· Dalam
hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
· Wakif
juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan), yang selanjutnya nazhir menyerhakan akta ikrar wakaf tersebut
kepada Lembaga Keuangan Syariah.
Keberadaan model wakaf tunai dirasakan perlu sebagai
instrumen keuangan alternatif yang dapat mengisi kekurangan – kekurangan badan
sosial yang telah ada, yaitu melalui lembaga wakaf yang dimanfaatkan guna
keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.
[1] Direkturat pemberdayaan wakaf, pedoman pengelolaan wakaf
tunai ( Jakarta: direktorat jenderal bimbingan
masyarakat islam, 2007), hal 3.
[2] HR. Bukhari, bab al-syuruth fii al-waqf, hal. 2737,
Muslim dalam Al-Washiyah, bab al-waqf, hal. 1632.
[3]Diposkan oleh Marhadi Muhayar, pukul 21:41, http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/wakaf-uang_05.html.
[6] Direkturat pemberdayaan wakaf, pedoman pengelolaan wakaf
tunai ( Jakarta: direktorat jenderal bimbingan
masyarakat islam, 2006), hal
112.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar