ASURANSI
DAN UNDANG-UNDANG
Tujuan
Asuransi
Asuransi,
yang melibatkan kegiatan alokasi dan penyebaran resiko, merupakan bagian yang
sangat penting dari sektor keuangan negara. Asuransi mengalihkan resiko yang dihadapi
seseorang maupun organisasi dalam suatu kegiatan tertentu ke suatu perusahaan
yang dibayar untuk menanggung resiko itu (dikenal sebagai perusahaan asuransi).
Dengan membeli polis asuransi untuk kegiatan itu, seseorang maupun organisasi
(biasa disebut tertanggung) dapat mengalihkan resiko terjadinya peristiwa
buruk. Resiko kerugian di masa depan kelihatannya akan ditanggung oleh
perusahaan asuransi, akan tetapi dengan imbalan atau premi untuk jasa ini,
perusahaan asuransi sebenarnya secara efektif menyebar kerugian di antara
semua pihak yang membayar untuk kemudahan tersebut. Dengan demikian, tujuan
asuransi tercapai – tidak ada individu yang harus menanggung resiko kerugian
sendiri.
Asal
Mula
Sudah
menjadi kesepakatan umum bahwa jenis asuransi tertua kemungkinan adalah
asuransi maritim, sementara jenis-jenis asuransi lainnya berkembang kemudian,
seperti asuransi kebakaran dan asuransi jiwa bersamaan dengan prinsip-prinsip
hukum yang mengatur asuransi.
Jenis
Asuransi
Ada baiknya
bila seseorang mengetahui jenis-jenis asuransi yang ada agar ia dapat
membedakan fitur, tujuan dan keberlakuan prinsip-prinsip hukumnya. Penggolongan
asuransi telah diupayakan agar orang dapat membandingkan dan membedakan
jenis-jenis asuransi yang biasa ditemukan saat ini.
Asuransi
Maritim dan Non-Maritim
Asuransi
maritim merujuk pada semua jenis asuransi yang menangani resiko maritim.
Asuransi ini merupakan kategori yang sangat khusus yang biasanya diatur
berdasarkan peraturan asuransi maritim dari negara yang bersangkutan. Sementara
itu, asuransi non-maritim merujuk pada semua jenis asuransi lainnya yang tidak
melibatkan resiko maritim.
Asuransi
Jiwa dan Non-Jiwa
Ini
merupakan perbedaan yang sangat penting dalam hukum asuransi karena
prinsip-prinsip hukum yang mengatur kedua kategori ini berbeda dalam banyak
hal. Bahkan penerapan beberapa prinsip common law dan perundang-undangan sangat
tergantung pada apakah suatu asuransi diatur berdasarkan polis asuransi jiwa atau
non-jiwa. Banyak undang-undang asuransi yang memisahkan bisnis asuransi menjadi
bisnis asuransi jiwa dan bisnis umum.
Orang dapat
membeli polis asuransi jiwa baik untuk jiwa orang itu sendiri atau jiwa orang
lain, tergantung pada kebutuhan akan kepentingan yang dapat diasuransikan.
Apabila polis mengasuransikan jiwa orang lain, maka istilah yang dipakai untuk
menjelaskan orang tersebut adalah “tertanggung jiwa”. Tentunya, untuk polis
asuransi jiwa sendiri, maka tertanggung dan tertanggung jiwa merupakan orang
yang sama.
Asuransi
non-jiwa merupakan segala jenis asuransi yang tidak menjadikan jiwa sebagai
subyek polis. Asuransi ini mencakup asuransi kebakaran atas harta benda sampai
asuransi kendaraan dan juga sampai asuransi terhadap tanggung jawab hukum. Akan
tetapi, polis kecelakaan pribadi digolongkan sama dengan asuransi jiwa, karena
dianggap berkaitan dan bersifat insidental dengan asuransi jiwa. Undang-undang
asuransi menganggap asuransi non-jiwa sebagai bisnis asuransi umum.
Ciri-ciri
utamanya adalah sifat pemberian ganti rugi/indemnity dari asuransi non-jiwa.
Asuransi non-jiwa bertujuan memberi ganti rugi (melindungi) tertanggung dari
segala kerugian yang ia derita; dengan demikian ia tidak akan memperoleh pengembalian
uang lebih dari jumlah tersebut. Sebaliknya, asuransi jiwa tergantung pada
terjadinya kematian dan perusahaan asuransi cukup membayar jumlah yang telah
disepakati. Oleh karena nilai suatu jiwa tidak mudah diukur, maka tidak ada
batasan hukum berkenaan dengan besarnya nilai tertanggung.
Asuransi
Pihak Pertama dan Pihak Ketiga
Asuransi
pihak pertama merupakan asuransi yang dibeli oleh seorang tertanggung untuk
jiwanya atau harta bendanya sendiri, dimana berdasarkan asuransi ini ia atau penerima
manfaatnya akan mengajukan klaim atas kerugian yang dideritanya. Sementara itu,
asuransi pihak ketiga mempertanggungkan kemungkinan tanggung jawab seseorang
terhadap pihak ketiga yang memenangi perkara hukum. Juga dikenal sebagai
asuransi tanggung jawab/liability insurance. Dengan demikian, asuransi pihak
ketiga bersifat non-jiwa karena subyek kontraknya adalah tangggung jawab hukum
dari seseorang.
Sumber
Hukum Asuransi
Hukum
asuransi berakar dari hukum perjanjian karena sebagian besar berhubungan dengan
kewajiban dan tanggung jawab antara dua pihak yang mengadakan perjanjian di
dalam hubungan asuransi, yaitu tertanggung dan perusahaan asuransi. Selain
common law, beberapa undang-undang seperti Undang-Undang Asuransi/Insurance Act
(Cap 142, 2002 Rev Ed) dan Undang-Undang Kendaraan Bermotor (Resiko Pihak
Ketiga dan Kompensasi)/Motor Kendaraans (Third-Party Risks and Compensation)
Act (Cap 189, 2000 Rev Ed) mengatur hukum di bidang ini.
Peraturan
Asuransi
Pemerintah
Singapura sangat mengatur jalannya bisnis asuransi. Instansi perundang-undangan
yang ditunjuk untuk mengawasi industri asuransi adalah Instansi Moneter
Singapura/Monetary Authority of Singapore. Undang-Undang Asuransi terdiri dari
berbagai ketentuan yang mengatur bisnis asuransi dan berupaya melindungi
masyarakat agar tidak dibiarkan tanpa perlindungan asuransi dari perusahaan
yang gagal dan bisnis yang tidak menentu.
Peraturan
asuransi dengan demikian penting guna menjaga kepercayaan publik dan memastikan
agar telah dipenuhinya standar minimum dalam industri ini. Dengan demikian,
peraturan asuransi merujuk pada pengawasan oleh instansi berwenang atas
tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan perusahaan asuransi, sementara itua
prinsip-prinsip hukum yang berasal dari berbagai sumber hukum yang berbeda
mengatur hubungan asuransi antara para pihak dari kontrak asuransi.
Lingkup
Kontrak Asuransi
Hubungan
asuransi terbentuk di antara tertanggung dan perusahaan asuransi ketika para
pihak mengadakan kontrak satu dengan yang lainnya. Tidak mudah untuk menentukan
sifat sebenarnya dari kontrak asuransi. Undang-undang asuransi yang terkait
tidak memberikan definisi yang jelas dan yang mencakup segalanya. Perlu
dibedakan juga antara polis asuransi dan kontrak asuransi, karena keduanya
tidak selalu sama.
Jika tidak tahu
apa yang dianggap sebagai kontrak asuransi, maka akan sulit untuk menentukan
apakah suatu kontrak masuk dalam lingkup undang-undang dan prinsip-prinsip
common law yang mengatur asuransi atau tidak. Di lain pihak, ada beberapa
undang-undang yang tidak berlaku bagi kontrak asuransi dan kita tidak boleh
menggunakannya. Contohnya adalah Undang-Undang Ketentuan Kontrak Yang Tidak
Wajar/Unfair Contract Terms Act, yang secara tegas mengecualikan keberlakuannya
atas kontrak asuransi. Selain itu, penting untuk memastikan kontrak-kontrak apa
saja yang harus diatur sebagai bisnis asuransi oleh instansi perundang-undangan
kita. Apabila suatu kontrak memiliki ciri-ciri kontrak asuransi sebagaimana
didefinisikan secara hukum, maka kontrak tersebut akan diawasi berdasarkan
undang-undang.
Definisi
Asuransi menurut Hukum
Upaya
membuat definisi hukum harus memperhatikan ciri-ciri utama dari asuransi, dan
karenanya, kontrak asuransi harus meliputi fitur-fitur berikut ini. Fitur-fitur
ini tidak bersifat final tetapi ini merupakan lima persyaratan minimum yang
tanpanya suatu transaksi tidak akan didefinisikan sebagai kontrak suransi –
lihat perkara Medical Defence Union v Department of Trade (1979) 2 WLR 686.
Penanggungan
resiko merupakan inti dari asuransi karena hal ini merupakan alasan mengapa
asuransi diciptakan pertama kali. Resiko ini ditanggung oleh pihak yang dibayar
untuk menanggungnya, dan jenis dan besarnya resiko yang sebenarnya ditanggung
tergantung pada apa yang disepakati oleh para pihak.
Harus ada
peristiwa di masa depan yang tidak pasti dimana tidak ada satupun yang tahu
kapan atau apakah peristiwa yang dipertanggungkan akan terjadi. Bagaimanapun
juga, pihak yang membayar asuransi pada intinya membayar ketenangan jiwa,
karena merasa aman dapat mengalihkan kerugian yang terjadi ke pihak yang
menanggung resiko.
Tertanggung
harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan/insurable interest yang
merupakan subyek dari asuransi, apakah itu berupa jiwa atau harta benda yang
bersangkutan. Tanpa kepentingan yang dapat diasuransikan, kontrak akan dianggap
sebagai perjanjian taruhan atau judi dan oleh karenanya, tidak sah.
Agar suatu
kontrak dapat diberlakukan, kontrak tersebut pertama-tama harus mengikat para
pihak secara sah. Dalam hal asuransi, perusahaan asuransi harus mempunyai
kewajiban hukum untuk membayar pihak lain ketika peristiwa yang tidak pasti itu
terjadi.
Kontrak asuransi
harus membayar uang atau yang bernilai uang kepada tertanggung sebagai
kompensasi atas kerugian ketika peristiwa yang dipertanggungkan terjadi.
Bagaimanapun juga, ini merupakan alasan membeli asuransi pertama kali.
Fitur-fitur
lainnya yang merupakan bagian yang tetap dari kontrak asuransi komersial adalah
premi dan polis. Akan tetapi, Lampiran Satu dari Undang-Undang Asuransi
menyatakan bahwa ‘Polis’ meliputi setiap kontrak asuransi baik yang dimuat
dalam atau dibuktikan dengan dokumen berbentuk polis ataupun tidak, dan
penyebutan berkenaan dengan penerbitan polis harus diartikan sebagaimana
mestinya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar