BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Kewajiban zakat dalam islam memiliki makna
yang sangat fundamental. Selain berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan,
juga ekonomi dan social. Diantara aspek-aspek ketuhanan adalah banyaknya
ayat-ayat al Quran yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya 27
ayat yang menyandingkan kewajiban zakat
dengan kewajiban sholat secara bersamaan. Bahkan Rasulullah menempatkan zakat
sebagai salah satu pilar utama dalam menegakkan agama islam.
Sedangkan dari aspek keadilan social, perintah
zakat dapat dipahami sebagai ssatu kesatuan system yang tak terpisahkan dalam
pencapaian kesejahteraan social-ekonomi dan kemasyarakatan. Zakat diharapkan
dapat meminimalisir kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin.
Disamping itu, zakat juga diharapkan dapat meningkatkan atau menumbuhkan
perekonomian, baik pada level individu maupun pada level social masyarakat.
Namun sanyagnya, kewajiban zakat ini masing jarang dibuktikan dengan logika
ekonomi (kebijakan fiscal), karena masih banyak orang yang menganngap bahwa
zakat merupakan factor yang dapat mengurangi pendapatan kena pajak seseorang.
Untuk itu, para ekonomi islam dan ahli hukum islam harus mampu menjelaskan hal
ini dengan nalar yang dapat diterima oleh masyarakat yang lebih mengedepankan
rasional tersebut (masyarakat sekuler).
Namun seiring dengan perkembangan zaman
mulailah diperkenalkan system pajak. Pada mulanya, pajak dipungut dari kalangan
non muslim atas jaminan keamanan yang mereka terima dari Negara. Tetapi pada
perkembangannya pajak juga diterapkan pada kaum muslimin terhadap harta
kekayaan yang berada diluar jenis-jenis harta yang telah ditentukan untuk
dukeluarkan zakatnya.
Dalam sejarah islam, zakat dan pajak pernah
diterapkan secara bersamaan. Dalam literature fiqh dan sejarah ditemukan
istilah kharaj, jizyah, dan ushr. Bahkan Abu Yusuf, salah seorang pemuka mazhab
Hanafi, menulis karya yang bertajuk al-kharaj, yang membahas persoalan pajak
tanah. Ironisnya pajak sebagai sumber penerimaan Negara mengalami penguatan,
sementara zakat mengalami kemunduran dan dianggap menjadi tanggunga jawab
masing-masing individu muslim. Hal ini diperparah lagi dengan hancurnya
kekhalufahan islam dan munculnya system nation-state akibat kolonialisme.
Kolonialisme bukan hannya menjajah wilayah dan masyarakat islam, tetapi juga
menghancurkan system ekonomi yang telah dibangun dan memperkenalkan system
perekonomian baru.
II.
RUMUSAN MASALAH
Ø
Mengetahui pengertian zakat dan pajak.
Ø
Mengetahui landasan hukum, syarat, dan macam - macam zakat.
Ø
Mengetahui macam - macam, dan kewajiban membayar pajak.
Ø
Memahami perbedaan zakat dan pajak serta pembayarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAYARAN PAJAK DAN ZAKAT
A. PENGERTIAN
ZAKAT
1. Teori Zakat
Zakat menurut bahasa berasal dari kata zakaa,
yang artinya bertambah dan berkembang sebagaimana ungkapan orang Arab zakaa
al-jar’u, artinya pohon tersebut tumbuh dan berkembang. Sedangkan zakat
menurut istilah sebagaimana ditulis oleh al-Mawardi dalam kitab al-Hawi, ialah
pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang
tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.[1]
Hubungan pengertian zakat secara bahasa
dan istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, bertambah, berkembang dan bertambah, suci dan
bersih (baik).[2] Di
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah terdapat beberapa kata yang sering dipergunakan
untuk zakat, yaitu shadaqah (benar), infaq (mengeluarkan sesuatu
kebaikan selain zakat) dan hak (zakat merupakan hak para mustahik atau
penerimanya).
2. Syarat dan
Harta Wajib Zakat
a. Syarat Wajib Zakat
Para ahli fiqih bersepakat bahwa zakat
diwajibkan kepada orang yang merdeka, beragama Islam, baligh dan berakal,
mengetahui bahwa zakat adalah wajib hukumnya, lelaki atau perempuan. [3]
b. Harta Wajib Zakat
Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam
yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan
kepada umatnya, maka dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek wajib
zakat pun harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:
ü Berkembang (an
namaa’).
ü Cukup nisbah.
ü Lebih dari
kebutuhan pokok.
ü Bebas dari
hutang.
3. Macam-Macam
Zakat
Zakat terbagi menjadi dua bagaian, yaitu:
1.
Zakat Fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah
pada bulan Ramadhan. Disebut pula dengan sedekah fitrah. Zakat ini diwajibkan
pada tahun kedua hijriah, yaitu tahun diwajibkannya puasa, yang bertujuan untuk
mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada
gunanya, untuk memberikan makan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka
dari kebutuhan dan meminta-minta pada Hari Raya Idul Fitri.
2.
Zakat Harta (al-maal), yakni zakat yang
dikeluarkan karena telah diperolehnya suatu harta kekayaan. Harta adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut lazimnya. Sesuatu dapat
disebut harta (al-maal) jika memenuhi dua syarat, yaitu:[6]
§ Dapat dimiliki,
disimpan, dihimpun dan dikuasai.
§ Dapat diambil
manfaatnya sesuai dengan lazimnya.
Sedangkan harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya meliputi:
§ Hasil pertanian.
§ Harta
terpendam, barang tambang dan kekayaan laut.
§ Emas dan perak.
§ Perniagaan dan
perusahaan.
§ Binatang ternak.
§ Saham dan surat
berharga.
§ Hadiah atau
harta tidak terduga.
§ Profesi.
4. Landasan Hukum
Zakat
Hukum zakat bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai berikut:
1)
Al-Qur’an
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr&
Zps%y|¹
öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur
$pkÍ5 Èe@|¹ur
öNÎgøn=tæ
(
¨bÎ)
y7s?4qn=|¹
Ö`s3y
öNçl°;
3
ª!$#ur
ììÏJy íOÎ=tæ
ÇÊÉÌÈ
a)
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB
ÏM»t6ÍhsÛ
$tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr&
Nä3s9 z`ÏiB
ÇÚöF{$#
(
wur
(#qßJ£Jus? y]Î7yø9$#
çm÷ZÏB
tbqà)ÏÿYè?
NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br&
(#qàÒÏJøóè? ÏmÏù
4
(#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
;ÓÍ_xî
îÏJym ÇËÏÐÈ
b) Surat
Al-Baqarah ayat 267: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
2)
As-Sunnah
“Dari Ibu Abbas: bahwa Nabi SAW mengutus Muadz ke Yaman,
maka Nabi bersabda: ‘Ajaklah mereka (penduduk Yaman) untuk mengucapkan syahadat
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku (Muhammad) utusan Allah. Jika mereka
menaati kepada hal itu, maka beritahukanlah bahwa Allah menwajibkan bagi mereka
lima shalat fardhu dalam sehari semalan. Jika mereka telah maati kepada hal
itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan adanya sedekah
(zakat) atas harta mereka dan berikan kepada mereka yang miskin.’”
5. Hikmah Zakat
Ø Sebagai perwujudan
keimanan kepada Allah SWT.
Ø Menolong,
membantu dan membina para mustahik, terutama fakir miskin ke arah kehidupan
yang lebih baik dan sejahtera.
Ø Pemerataan
pendapatan masyarakat, sehingga mengurangi kesenjangan antara orang yang mempunyai
limpahan harta dengan orang yang kekurangan hartanya.
B. PENGERTIAN
PAJAK
1.
Teori Pajak
Pajak adalah
beban kewajiban yang harus ditanggung oleh masyarakat didalam suatu negara,
baik hal itu bersifat personal maupun kelompok. Yang kegunaannya adalah untuk
membiayai kebutuhan negara didalam pembangunannya. Dalam setiap perekonomian
pemerintah perlu melakukakn berbagai jenis perbelanjaan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan
memperbaiki infrastuktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, dan membiayai setiap
kegiatan untuk menjaga keamanan negara merupakan pengeluaran yang tidak bisa
dielakkan oleh pemerintah, dana tersebut terutama diperoleh dari pemungutan
pajak.[7]
Berdasarkan definisi pajak di atas,
unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak adalah:
v Pajak merupakan
pungutan pemerintah.
v Secara paksa
berdasarkan Undang-Undang.
v Sebagai penutup
pengeluaran-pengeluaran umum.
v Tanpa ada jasa
(prestasi) timbal balik secara khusus.[8]
2.
Macam - Macam Pajak
Menurut golongannya, secara garis besar berbagai jenis
pajak-pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua golongan,
yaitu:
1) Pajak Langsung,
adalah jenis pungutan pemerintah secara langsung dikumpulkan dari pihak yang
wajib membayar pajak.[9]
2) Pajak Tidak
Langsung, adalah pajak yang bebannya boleh dipindah-pindahkan kepada pihak
lain. [10]
Pembagian pajak menurut sifatnya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu pajak subjektif (bersifat perorangan) dan pajak objektif (bersifat
kebendaan).
1) Pajak
Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib
pajak, untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif
berhubungan erat dengan keadaan matrialnya, yaitu yang disebut gaya pikulnya.[11]
2) Pajak Objektif,
adalah pajak yang pertama-tama memperhatikan kepada objeknya baik itu berupa
benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, kemudian barulah dicari subjeknya (orang
atau badan) yang bersangkutan lansung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek
itu berkediatam di Indonesia atau tidak.[12]
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dapat dibagi menjadi
dua yaitu pajak negara (pajak pusat) dan pajak daerah.
1.
Pajak Negara, ialah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat yang penyelenggaraanya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya
akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya.[13]
2.
Pajak Daerah, yaitu pajak-pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah seperti propinsi, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan
peraturan pemerintah daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk
pembiayaan Rumah Tangga Daerah masing-masing.[14]
C. KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK.
Menurut pendapat beberapa ahli fiqih, tidak ada kewajiban
atas harta selain zakat. Banyak hadist yang dianggap mencela pemungutan pajak,
antara lain:
Ahmad:
حد ثنا
محمد بن سلمة عن ابن ا سحا ق عن يزيد بن ا بي حبيب عن عبد الرحمن شما سة التحيبي
عن عقبة بن عامر قا ل سمعت ر سو ل الله عليه وسلم يقول ل يدحل
الجنة صا حب مكس يعني العشا ر
Rasulullah S.A.W. bersabda : “ Tidak akan masuk
surga orang yang memungut pungutan, yaitu orang yang memungut 1/10.”
(Matan lain: 24548 Darimi, 1606)
Ahmad:
حد ثنا قتيبة بن سعيد قال حد ثنا ابن لهبعة عن يلزيد بن ابى
حبيب عن ابى الخير قال عرض مسلمة
ين مخلد وكان اميرا على مصر على روىفع بن ثابت ان يوليه العشور
فقال اني سمعت ر سو ل الله
عليه وسلم يقول ان صاحب الكس في النار.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang
memungut muks itu masuk neraka.”
(Matan: Infirad)
Menurut Yusuf Qardawi[15]
hadis tersebut tidak mengecam pajak secara mutlak, karena kata muks memang
tidak mengandung suatu makna yang dapat dibatasi secara bahasa maupun hukum.
Muks adalah harta atau uang yang dipungut oleh pemungut zakat setelah
pemungutan pajak. Dalam hal ini berarti mereka membuat aniaya dalam
pekerjaannya, mereka memungut harta yang bukan menjadi haknya. Tentu saja ini
berbeda dengan pajak yang berguna untuk mengisi kas Negara yang kemudian
didistribusikan untuk kepentingan seluruh warganya.
Pajak memang tidak sama dengan zakat, namun membayar pajak
yang dibebankan oleh Negara pada warganya bukan sekedar kebolehan, tetapi
merupakan kewajiban. Hal ini dikarenakan, pertama taat pada ulul amri
adalah kewajiban dengan [16]catatan
ulul amri yang taat pada islam. Jika
pemerintah mewajibkan pajak, maka sebagai warga Negara harus menaatinya. Kedua,
solidaritas sesama muslim dan sesama manusia dalam kebaikan dan ketaqwaan
adalah sebuah kewajiban. Jika dana pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum, maka wajib hukumnya membayar zakat. Ketiga, kewajiban
social lainnya yaitu dapat berupa pajak, sedekah sunnah, infaq, hibah, dan juga
waqaf.
D. PEMBAYARAN PAJAK DAN ZAKAT.
Persoalan pajak dan zakat mendapatkan porsi yang cukup besar
dalam hazanah pemikiran ekonomi islam. Hal ini di sebabkan adanya dua kewajiban
yang harus dibayar oleh umat islam, sehingga mereka memikul kewajiban yang
lebih besar dari non muslim. Lantas apakah umat islam masih dikenakan kewajiban
pajak jika sudah membayar kewajiban zakat? Apakah kewajiban pajak meruntuhkan
kewajiban zakat? Untuk menjawap persoalan tersebut, beberapa ahli fiqh berbeda
pendapat dalam hal ini, antara lain:
1. Imam Nawawi berpendapat bahwa kharaj
yang di pungut 1/10 dari tanah pertanian sama dengan kewajiban 1/10 dalam zakat
pertanian, dan keduanya sama-sama untuk kepentingan umum. Pendapat ini
ditentang karena pemerintah yang memungut pajak (kharaj) dari rakyatnnya tidak
menganggap sebagai pengganti zakat, karena pemerintah memungutnya dari orang
islam dan non islam, kemudian digunakan untuk kepentingan umum bukan sasaran
zakat secara pasti.
2. Yusuf Qardawi menganggap bahwa zakat
dan pajak adalah sesuatu yang pajak bagi seorang muslim disamping kewajiban
zakat. Jika seorang muslim sudah membayar pajak, maka ia tetap masih mempunyai
kewajiban membayar zakat.[17]
3. Imam Nawawi dari nadzhab Syafi’i,
Imam Ahmad, dan Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa seorang muslim boleh membayar
pajak dengan diniati membayar zakat. Denngan demikian seorang muslim dapat
memilih salah satu dari keduanya. Kewajiban zakat memiliki makna yang sangat
fundamental, selain sebagai kewajiban spiritual, juga terkait dengan aspek
ekonomi dan social.
4. Syekhul Hadi Permono, pendayagunaan
zakat sama halnya dengan pendayagunaan pajak kecuali empat hal yaitu; pertama,
untuk kepentingan non islam. Kedua, untuk kepentingan aliran kepercayaan.
Ketiga, kepentingan yang tidak mengandunng taqarrub. Keempat, kepentingan yang
berbau maksiat.[18]
5. Masdar Farid Mas’udi menyatakan
bahwa ada tiga kelemahan dasar praktik zakat. Yaitu dari sisi filosofis,
struktur, kelembagaan dan manajement operasionalnya, sehingga ajaran zakat yang
semula merupakan proses social telah tereduksi hanya menjadi aktivitas personal
yang sangat tergantung pada kesadaran masing-masing individu dengan dampak yang
juga individual.[19]
Seharusnnya zakat dan pajak bukanlah sesuatu yang harus dipisah, melainkan yang
harus disatukan. Dalam hal ini, zakat menjadi sandaran filosofi pajak, dan pajak menjadi pelaksana dari
zakat itu sendiri. Jika manunggalnya zakat dengan pajak ini dapat diterima oleh
islam, maka bagaimana hal ini dapat diterima oleh masyarakat plural. Karena
zakat itu sendiri bukan monopoli umat Muhammad, melainkan merupakan ajaran para
nabi dan rasul sebelmnya, seperti Ibrahim, Ishaq, Ya’kub,[20]
Isa, [21]dan
Bani Israil. Dengan demikian, zakat merupakan perintah yang universal bagi
semua agama. Oleh sebab itu, zakat hendaknya dapat diterima oleh nalar
sekunder, dengan mempertemukannya dengan nalar keagamaan, tentu saja tidak
harus menggunakan terminology zakat, tapi yang terpenting adalah substansi,
yaitu mendistribusikan kekayaan untuk tujuan kemanusiaan.
E. PERUMUSAN DAN
PERBEDAAN ZAKAT DAN PAJAK
1. Perumusan Zakat dan Pajak
a) Unsur Paksaan
Bagi seorang muslim yang hartanya telah
memenuhi syarat zakat maka ia harus menunaikan kewajibannya yang diwakili oleh
petugas zakat yaitu amil. Demikian halnya dengan orang yang sudah masuk
kategori wajib pajak, dapat dikenakan tindakan paksa kepadanya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
b) Unsur Pengelola
Asas pengelolaan zakat didasarkan pada
firman Allah SWT yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60. Pengelolaan zakat
bukanlah semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki diserahkan
langsung kepada mustahik, akan tetapi dilakukan olah sebuah lembaga yang
menangani zakat yang memenuhi persyaratan tertentu. Sedangkan pengelolaan
pajak, jelas harus diatur oleh negara.
c) Sudut Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat.
Zakat memiliki tujuan yang sangat mulia bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan, keamanan dan ketentraman. Demikian pula dengan pajak
sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata dan berkesinambungan antara kebutuhan material dan spiritual.
2. Perbedaan Antara Zakat dan Pajak
No.
|
Macam
|
Zakat
|
Pajak
|
1.
|
Pengertian
|
Bersih, bertambah dan berkembang
|
Utang, upeti, iuran kepada Negara
|
2.
|
Landasan Hukum
|
Al-Qur’an dan As-Sunnah
|
Undang-Undang suatu Negara
|
3.
|
Nisab dan Tarif
|
Ditentukan Allah SWT dan bersifat mutlak nisbah zakat
memiliki ukuran tetap
|
Ditentukan oleh negara dan bersifat relatif. Nisbahnya
berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran dihapuskan
|
4.
|
Sifat
|
Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus
|
Kewajiban bersifat kebutuhan dan dapat dihapuskan
|
5.
|
Subjek
|
Muslim
|
Semua warga Negara
|
6.
|
Objek Alokasi Penerimaan
|
Tetap 8 golongan (ashnaf)
|
Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin
|
7.
|
Harta yang Dikenakan
|
Harta yang produktif
|
|
8.
|
Syarat Ijab Qabul
|
Disyaratkan
|
Semua harta
|
9.
|
Sanksi
|
Pahala dari Allah SWT
|
Dari Negara
|
10.
|
Penghitungan
|
Dipercayakan kepada muzakki dan adanya amilin (petugas
zakat)
|
Self. Assesment System, wajib pajak menghitung sendiri besarnya
pajak terhutang melalui penyampaian SPT
|
KESIMPULAN
Segala yang terpendam di dalam lapisan bumi bagian
dalam yang tidak menjadi milik orang yang memiliki permukaannya. Benda-benda
itu merupakan simpanan Allah yang diperuntukkan rakyat.
Perintah untuk melaksanakan zakat begitu banyak
muncul dalam Al Quran dengan berbagai cara dan bentuk yang sebagian besar di
antaranya dirangkaikan dengan perintah sholat. Tentang apa yang di
zakatkan, oleh siapa, berapa besar dan bagaimana caranya, tidak dijelaskan
secara rinci dalam Al Quran. Karena itu Nabi harus menggunakan nalarnya untuk
mengetahui maksud Allah dengan pedoman kepada ayat-ayat yang sudah ada,
kemudian menjelaskannya kepada umat dengan sunnahnya.
Islam
mengajar agar tidak saja menunaikan zakat yang terbatas jumlah dan
pemanfaatannya, tetapi juga menganjurkan membayat pajak.
Zakat
merupakan kewajiban spiritual seorang muslim, sedang pajak merupakan kewajiban
warga negara kepada negaranya.
Pajak adalah
beban kewajiban yang harus ditanggung oleh masyarakat didalam suatu negara yang
kegunaannya adalah untuk membiayai kebutuhan negara didalam pembangunannya
DAFTAR PUSTAKA
§ Al-Qur’an
Al-Karim.
§ Nur Diana, Ilfi, Hadis-Hadis Ekonomi, UIN- Malang
press: 2000
§ Ridwan,Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wattamwil. Yogyakarta :UII Press.
§ Mhd. Ali,Nuruddin. 2006. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebigakan Fiskal. Jakarta :PT RAJA GRAVINDO PERSADA.
§ Bagir Al-Habsyi, Muhammad. 1999. Fiqh Praktis. Bandung :MIZAN.
§ Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang :UIN-MALANG PRESS.
§ Diana, Anastasia dan lilies
setrawati. 2004. Perpajakan
Indonesia. Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA.
§ Bidihardjo, R.
Soeroso, SH. 2000. Pengantar Ilmu Hukum Pajak.Bandung: PT. Rofido Utama.
§ Bohari, H 2002.
Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
§ Hafidhuddin,
DR. K.H. Didin, M.Si, 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta:
Gema Insani Press.
§ R. Soeroso
Bidihardjo, SH. 2000. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Rofido
Utama.
[2] DR. K.H. Didin
Hafidhuddin, M.Si, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani
Press), 2002, hal. 2
[4] Drs. H. Hasan Rifai Al-Faridy, Panduan
Zakat Praktis, (Jakarta :
Dompet Dhuafa Republika), 2004, hal. 8
[7] H. Bohari, Pengantar
Hukum Pajak, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4, 2003, hal. 2
[11] R. Soeroso Bidihardjo, SH, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung :
PT. Rofido Utama, 2000), cet. ke-4, hal. 74
[15] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, edisi terjemah (Bogor: Litera Antar
Nusa, 1997). hlm. 1095
[16] Qs. Al-Nisa’ 4:59 (Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati rasul (Nya), dan ulil amrri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia
kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman: kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
[17] Ibid, hlm. 999
[18] Syekhul Hadi Permono, Ppendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan
Nasional ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995). hlm. 84
[19] Masdar F Masudi, Agama Keadilan Risalah Zakat (pajak) dalam islam (
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991). hlm. 37
[20] Qs. Al- Anbiya, 72-73 ( 72 . dan kami telah memberikan kepadanya
(ibrahim ) Ishakdan Ya’kub, sebagai suatu anugrah (dari pada kami). Dan
masing-masing kami jadikan orang-orang saleh).(73. kami telah menjadikan mereka
itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan
telah kami wahyukan kepada, maka mengerjakan kebijakan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah).
[21] Qs. Maryam, 30-31. ( 30. Berkata Isa: “ Sesungguhnya aku ini hamba Allah,
Dia memberikan al- Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi). (31.dan
Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan(menunaikan) zakat selama aku
hidup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar