hamster

3 Mar 2013

MAKALAH ANTROPOLOGY DALAM KAJIAN ISLAM


ANTROPOLOGY DALAM KAJIAN ISLAM 

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Kita bisa merumuskan Antropologi Islam dengan longgar sebagai studi kelompok Islam oleh sarjana-sarjana yang komit terhadap prinsip-prinsip univertalitas Islam – Kemanusiaan, ilmu pengetahuan, toleransi – dihubungkan dengan studi kesukuan desa mikro secara khusus menuju kerangka ideologis dan historis Islam yang lebih luas. Islam di sini difahami bukan sebagai teologi, tetapi sosiologi. Dengan demikian, definisi tersebut tidak menghindarkan non- Muslim.
Titik konseptual tertentu pertama kali harus dijernihkan. Apakah pandangan dunia Antropolog Muslim? Dalam tatanan Muslim yang ideal, kehidupannya sesuai dengan kehendak Allah. Dalam aktualis, ini mungkin saja tidak demikian halnya. Apakah dia melihat masyarakat sebagai sesuatu yang dimotivisir oleh keingainan untuk memperoleh kehendak Allah atau tidak? Jika demikian, umat Islam harus berjuang untuk mengaktualkannya sesuai dengan cita-citanya.

II. RUMUSAN MASALAH
·         Pendidikan Islam dalam Pendekatan Antropologi
·         Studi Islam Pendekatan Antropologi di Indonesia
·         Signifikasi Antropologi sebagai Pendekatan Studi Islam















PEMBAHASAN

I. Pendidikan Islam Dalam Pendekatan Antropologi
Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih detail. Antropologi pertama kali dipergunakan oleh kaum Misionaris dalam rangka penyebaran agama Nasrani dan bersamaan dengan itu pula berlangsung sistem penjajahan terhadap negara-negara diluar Eropa. Pada era dewasa ini, antropologi dipergunakan sebagai suatu hal untuk kepentingan kemanusiaan yang lebih luas. Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di negara-negara yang masuk dalam kategori Negara ketiga (Negara berkembang) sangat berfungsi sebagai “pisau analisis” untuk pengambilan kebijakan (policy) dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat.

Sebagai suatu disiplin ilmu yang cakupan studinya cukup luas, maka tidak ada seorang ahli antropologi yang mampu menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna dan global. Sehingga, antropologi terfregmentasi menjadi beberapa bagian yang masing-masing ahli antropologi mengkhususkan dirinya pada spesialisasi bidangnya masing-masing. Pada tataran ini, antropologi menjadi amat plural, sesuai dengan perkembangan ahli-ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih memahami sifat-sifat dan hajat hidup manusia secara lebih detail. Masih berhubungan dengan ini pula, ada bermacam-macam antropologi seperti antropologi ekonomi, antropologi politik, antropologi kebudayaan, antropologi agama, antropologi pendidikan, antropologi perkotaan, dan lain sebagainya

Dan dalam studi kependidikan yang dikaji melalui pendekatan antropologi, maka kajian tersebut masuk dalam sub antropologi yang biasa dikenal menjadi antropologi pendidikan. Artinya apabila antropologi pendidikan dimunculkan sebagai suatu materi kajian, maka yang objek dikajiannya adalah penggunaan teori-teori dan metode yang digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan yang diperoleh khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, kajian materi antropologi pendidikan, bukan bertujuan menghasilkan ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui perspektif antropologi. Meskipun berkemungkinan ada yang menjadi antropolog pendidikan setelah memperoleh wawasan pengetahuan dari mengkaji antropologi pendidikan.

Karakteristik dari antropologi pendidikan Islam adalah terletak pada sasaran kajiannya yang tertuju pada fenomena pemikiran yang berarah balik dengan fenomena Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan Agama Islam arahnya dari atas ke bawah, artinya sesuatu yang dilakukan berupa upaya agar wahyu dan ajaran Islam dapat dijadikan pandangan hidup anak didik (manusia). Sedangkan antropologi pendidikan Islam dari bawah ke atas, mempunyai sesuatu yang diupayakan dalam mendidik anak, agar anak dapat membangun pandangan hidup berdasarkan pengalaman agamanya bagi kemampuannya untuk menghadapi lingkungan. Masalah ilmiah yang mendasar pada Pendidikan Agama Islam adalah berpusat pada bagaimana (metode) cara yang seharusnya dilakukan. Sedangkan masalah yang mendasar pada antropologi pendidikan Islam adalah berpusat pada pengalaman apa yang ditemui.


Ibnu Sina, yang kita kenal sebagai tokoh kedokteran dalam dunia Islam ternyata juga merupakan seorang pemerhati pendidikan anak usia dini yang merupakan pengalaman pertama anak. Ibnu Sina banyak memaparkan tentang pentingnya pendidikan usia dini yang dimulai dengan pemberian “nama yang baik” dan diteruskan dengan membiasakan berperilaku, berucap-kata, dan berpenampilan yang baik serta pujian dan hukuman dalam mendidikan anak. Dan juga yang paling urgen adalah penanaman nilai-nilai sosial pada anak seperti rasa belas kasihan (confession) dan empati terhadap orang lain.
                                                                              

II. Studi  Islam Pendekatan antropologi di Indonesia

Di Indonesia usaha para Antropolog untuk memahami hubungan agama dan sosial telah banyak dilakukan. Barangkali karya Clifford Geertz The Religion of Java yang ditulis pada awal 1960an menjadi karya yang populer sekaligus penting bagi diskusi tentang agama di Indonesia khususnya di Jawa. Pandangan Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi-abangan, santri dan priyayi di dalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik..

Pandangan trikotomi Geertz tentang pengelompokan masyarakat Jawa berdasar religio-kulturalnya berpengaruh terhadap cara pandang para ahli dalam melihat hubungan agama dan politik. Penjelasan Geertz tentang adanya pengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam kelompok sosial politik didasarkan pada orientasi ideologi keagamaan. Walaupun Geertz mengkelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga kelompok, ketika dihadapkan pada realitas politik, yang jelas-jelas menunjukkan oposisinya adalah kelompok abangan dan santri.

Pernyataan Geertz bahwa abangan adalah kelompok masyarakat yang berbasis pertanian dan santri yang berbasis pada perdagangan dan priyayi yang dominan di dalam birokrasi, ternyata mempunyai pendapat politik yang berbeda. Kaum abangan lebih dekat dengan partai politik dengan isu-isu kerakyatan, priyayi dengan partai nasionalis, dan kaum santri memilih partai-partai yang memberikan perhatian besar terhadap masalah keagamaan.

Teori politik aliran ini, menurut Bahtiar Effendy memberikan arti penting terhadap wacana tentang hubungan antara agama-khususnya Islam dan negara. Teori politik aliran dapat digunakan untuk memberikan penjelasan yang baik mengenai salah satu dasar (basis) pengelompokkan religio-sosial di Indonesia.

Karya Geertz ini disebut untuk sekedar memberikan ilustrasi bahwa kajian antropologi di Indonesia telah berhasil membentuk wacana tersendiri tentang hubungan agama dan masyarakat secara luas. Antropologi yang melihat langsung secara detail hubungan antara agama dan masyarakat memberikan informasi yang sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat. Melihat agama di masyarakat, bagi antropologi adalah melihat bagaimana agama dipraktikkan, disatukan, dan diyakini oleh penganutnya. Jadi pembahasan tentang bagaimana hubungan agama dan budaya sangat penting untuk melihat agama yang dipraktikkan.



Terbukanya komunikasi dan ruang bagi dialog antarbudaya memungkinkan masing-masing budaya untuk mengungkapkan atau memberikan alternatif terhadap kebenaran. Ungkapan terkenal James Clifford tentang runtuhnya "mercu suar" untuk mengklaim suatu kenyataan dengan ukuran rasionalitas Barat, menunjukkan bangkitnya "pengetahuan lokal" di era posmodernisme. Artinya pertanyaan apakah globalisasi nanti akan juga menyatukan budaya dunia atau akan munculnya kembali budaya-budaya lokal dalam pertarungan dunia, menjadi sangat penting.

Jika kembali pada persoalan kajian antropologi bagi kajian Islam, maka dapat dilihat relevansinya dengan melihat dari dua hal. Pertama, penjelasan antropologi sangat berguna untuk membantu mempelajari agama secara empirik, artinya kajian agama harus diarahkan pada pemahaman aspek-aspek social context yang melingkupi agama. Kajian agama secara empiris dapat diarahkan ke dalam dua aspek yaitu manusia dan budaya. Pada dasarnya agama diciptakan untuk membantu manusia untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan kemanusiaannya, dan sekaligus mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa persoalan agama yang harus diamati secara empiris adalah tentang manusia. Tanpa memahami manusia maka pemahaman tentang agama tidak akan menjadi sempurna.

Kemudian, sebagai akibat dari pentingnya kajian manusia, maka mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi kehidupan manusia juga menjadi sangat penting. Kebudayaan, yang memberikan arti bagi kehidupan dan perilaku manusia yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami manusia.

Kedua, kajian antropologi juga memberikan fasilitas bagi kajian Islam untuk lebih melihat keragamaan pengaruh budaya dalam praktik Islam. Pemahaman realitas nyata dalam sebuah masyarakat akan menemukan suatu kajian Islam yang lebih empiris. Kajian agama dengan cross-culture akan memberikan gambaran yang variatif tentang hubungan agama dan budaya. Dengan pemahaman yang luas akan budaya-budaya yang ada memungkinkan kita untuk melakukan dialog dan barangkali tidak mustahil memunculkan satu gagasan moral dunia  berdasarkan pada kekayaan budaya dunia.

III. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
 Penelitian antropologi yang Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya disatukan dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur sosial di Jawa yang berlainan.
Struktur-struktur sosial yang dimaksud adalah Abangan (yang intinya berpusat dipedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, dikota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga lingkungan yang berbeda itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya aspek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.
























PENUTUP
     

I.  KESIMPULAN

Pemahaman agama tidak akan lengkap tanpa memahami realitas manusia yang tercermin dalam budayanya. Posisi penting manusia dalam Islam seperti digambarkan dalam proses penciptaannya yang ruhnya merupakan tiupan dari ruh Tuhan memberikan indikasi bahwa manusia menempati posisi penting dalam mengetahui tentang Tuhan.

Dengan demikian pemahaman agama secara keseluruhan tidak akan tercapai tanpa memahami separuh dari agama yaitu manusia. Tidak berlebihan untuk menyebut bahwa realitas manusia sesungguhnya adalah realitas ketuhanan yang empiris. Disinilah letak pentingnya pendekatan antropologi dalam mengkaji Islam.
     
II. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam makalah ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.












DAFTAR  PUSTAKA
§  Ahmad, Akbar S. Drs. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah
§  Noto Abuddin, Prof. Dr. H. M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
§  Sulaeman, Munandar, MS Drs. M, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993
§  Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980
§  Hoselitz, Bets F, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988


Tidak ada komentar:

Posting Komentar