ANTROPOLOGY DALAM KAJIAN ISLAM
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kita
bisa merumuskan Antropologi Islam dengan longgar sebagai studi kelompok Islam
oleh sarjana-sarjana yang komit terhadap prinsip-prinsip univertalitas Islam –
Kemanusiaan, ilmu pengetahuan, toleransi – dihubungkan dengan studi kesukuan
desa mikro secara khusus menuju kerangka ideologis
dan historis Islam yang lebih luas. Islam di sini difahami bukan sebagai
teologi, tetapi sosiologi. Dengan demikian, definisi tersebut tidak
menghindarkan non- Muslim.
Titik
konseptual tertentu pertama kali harus dijernihkan. Apakah pandangan dunia
Antropolog Muslim? Dalam tatanan Muslim yang ideal, kehidupannya sesuai dengan
kehendak Allah. Dalam aktualis, ini mungkin saja tidak demikian halnya. Apakah
dia melihat masyarakat sebagai sesuatu yang dimotivisir oleh keingainan untuk
memperoleh kehendak Allah atau tidak? Jika demikian, umat Islam harus berjuang untuk
mengaktualkannya sesuai dengan cita-citanya.
II. RUMUSAN MASALAH
·
Pendidikan Islam dalam Pendekatan
Antropologi
·
Studi Islam Pendekatan Antropologi di
Indonesia
·
Signifikasi Antropologi sebagai Pendekatan
Studi Islam
PEMBAHASAN
I. Pendidikan Islam
Dalam Pendekatan Antropologi
Antropologi adalah suatu
ilmu yang memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih detail. Antropologi pertama kali dipergunakan oleh kaum
Misionaris dalam rangka penyebaran agama Nasrani dan bersamaan dengan itu pula
berlangsung sistem penjajahan terhadap negara-negara diluar Eropa. Pada era
dewasa ini, antropologi dipergunakan sebagai suatu hal untuk kepentingan
kemanusiaan yang lebih luas. Studi antropologi selain untuk kepentingan
pengembangan ilmu itu sendiri, di negara-negara yang masuk dalam kategori
Negara ketiga (Negara berkembang) sangat berfungsi sebagai “pisau analisis”
untuk pengambilan kebijakan (policy) dalam rangka pembangunan dan
pengembangan masyarakat.
Sebagai suatu disiplin
ilmu yang cakupan studinya cukup luas, maka tidak ada seorang ahli antropologi
yang mampu menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna dan global.
Sehingga, antropologi terfregmentasi menjadi beberapa bagian yang masing-masing
ahli antropologi mengkhususkan dirinya pada spesialisasi bidangnya
masing-masing. Pada tataran ini, antropologi menjadi amat plural, sesuai dengan
perkembangan ahli-ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih
memahami sifat-sifat dan hajat hidup manusia secara lebih detail. Masih berhubungan dengan ini
pula, ada bermacam-macam antropologi seperti antropologi ekonomi, antropologi
politik, antropologi kebudayaan, antropologi agama, antropologi pendidikan,
antropologi perkotaan, dan lain sebagainya
Dan dalam studi
kependidikan yang dikaji melalui pendekatan antropologi, maka kajian tersebut
masuk dalam sub antropologi yang biasa dikenal menjadi antropologi pendidikan.
Artinya apabila antropologi pendidikan dimunculkan sebagai suatu materi kajian,
maka yang objek dikajiannya adalah penggunaan teori-teori dan metode yang
digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan yang diperoleh khususnya yang
berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, kajian
materi antropologi pendidikan, bukan bertujuan menghasilkan ahli-ahli
antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan
melalui perspektif antropologi. Meskipun berkemungkinan ada yang menjadi
antropolog pendidikan setelah memperoleh wawasan pengetahuan dari mengkaji
antropologi pendidikan.
Karakteristik dari
antropologi pendidikan Islam adalah terletak pada sasaran kajiannya yang tertuju
pada fenomena pemikiran yang berarah balik dengan fenomena Pendidikan Agama
Islam (PAI). Pendidikan Agama Islam arahnya dari atas ke bawah, artinya sesuatu
yang dilakukan berupa upaya agar wahyu dan ajaran Islam dapat dijadikan
pandangan hidup anak didik (manusia). Sedangkan antropologi pendidikan Islam
dari bawah ke atas, mempunyai sesuatu yang diupayakan dalam mendidik anak, agar
anak dapat membangun pandangan hidup berdasarkan pengalaman agamanya bagi
kemampuannya untuk menghadapi lingkungan. Masalah ilmiah yang mendasar pada
Pendidikan Agama Islam adalah berpusat pada bagaimana (metode) cara yang
seharusnya dilakukan. Sedangkan masalah yang mendasar pada antropologi
pendidikan Islam adalah berpusat pada pengalaman apa yang ditemui.
Ibnu Sina, yang kita
kenal sebagai tokoh kedokteran dalam dunia Islam ternyata juga merupakan seorang
pemerhati pendidikan anak usia dini yang merupakan pengalaman pertama anak.
Ibnu Sina banyak memaparkan tentang pentingnya pendidikan usia dini yang
dimulai dengan pemberian “nama yang baik” dan diteruskan dengan membiasakan
berperilaku, berucap-kata, dan berpenampilan yang baik serta pujian dan hukuman
dalam mendidikan anak. Dan juga yang paling urgen adalah penanaman nilai-nilai
sosial pada anak seperti rasa belas kasihan (confession) dan empati terhadap
orang lain.
II. Studi Islam Pendekatan antropologi di Indonesia
Di Indonesia usaha para Antropolog untuk memahami hubungan agama dan sosial telah banyak dilakukan.
Barangkali karya Clifford Geertz The Religion of Java yang ditulis pada awal
1960an menjadi karya yang populer sekaligus penting bagi diskusi tentang agama
di Indonesia khususnya di Jawa. Pandangan Geertz yang mengungkapkan tentang
adanya trikotomi-abangan, santri dan priyayi di dalam masyarakat Jawa, ternyata
telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan
antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik..
Pandangan trikotomi Geertz
tentang pengelompokan masyarakat Jawa berdasar religio-kulturalnya berpengaruh
terhadap cara pandang para ahli dalam melihat hubungan agama dan politik.
Penjelasan Geertz tentang adanya pengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam
kelompok sosial politik didasarkan pada orientasi ideologi keagamaan. Walaupun
Geertz mengkelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga kelompok, ketika
dihadapkan pada realitas politik, yang jelas-jelas menunjukkan oposisinya
adalah kelompok abangan dan santri.
Pernyataan Geertz bahwa abangan
adalah kelompok masyarakat yang berbasis pertanian dan santri yang berbasis
pada perdagangan dan priyayi yang dominan di dalam birokrasi, ternyata
mempunyai pendapat politik yang berbeda. Kaum abangan lebih dekat dengan partai
politik dengan isu-isu kerakyatan, priyayi dengan partai nasionalis, dan kaum
santri memilih partai-partai yang memberikan perhatian besar terhadap masalah
keagamaan.
Teori politik aliran ini, menurut
Bahtiar Effendy memberikan arti penting terhadap wacana tentang hubungan antara
agama-khususnya Islam dan negara. Teori politik aliran dapat digunakan untuk
memberikan penjelasan yang baik mengenai salah satu dasar (basis)
pengelompokkan religio-sosial di Indonesia.
Karya Geertz ini disebut untuk
sekedar memberikan ilustrasi bahwa kajian antropologi di Indonesia telah
berhasil membentuk wacana tersendiri tentang hubungan agama dan masyarakat
secara luas. Antropologi yang melihat langsung secara detail hubungan antara
agama dan masyarakat memberikan informasi yang sebenarnya yang terjadi dalam
masyarakat. Melihat agama di masyarakat, bagi antropologi adalah melihat
bagaimana agama dipraktikkan, disatukan, dan diyakini oleh penganutnya. Jadi
pembahasan tentang bagaimana hubungan agama dan budaya sangat penting untuk
melihat agama yang dipraktikkan.
Terbukanya komunikasi dan ruang
bagi dialog antarbudaya memungkinkan masing-masing budaya untuk mengungkapkan
atau memberikan alternatif terhadap kebenaran. Ungkapan terkenal James Clifford
tentang runtuhnya "mercu suar" untuk mengklaim suatu kenyataan dengan
ukuran rasionalitas Barat, menunjukkan bangkitnya "pengetahuan lokal"
di era posmodernisme. Artinya pertanyaan apakah globalisasi nanti akan juga
menyatukan budaya dunia atau akan munculnya kembali budaya-budaya lokal dalam
pertarungan dunia, menjadi sangat penting.
Jika kembali pada persoalan
kajian antropologi bagi kajian Islam, maka dapat dilihat relevansinya dengan
melihat dari dua hal. Pertama, penjelasan antropologi sangat berguna untuk
membantu mempelajari agama secara empirik, artinya kajian agama harus diarahkan
pada pemahaman aspek-aspek social context yang melingkupi agama. Kajian agama
secara empiris dapat diarahkan ke dalam dua aspek yaitu manusia dan budaya.
Pada dasarnya agama diciptakan untuk membantu manusia untuk dapat memenuhi
keinginan-keinginan kemanusiaannya, dan sekaligus mengarahkan kepada kehidupan
yang lebih baik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa persoalan agama yang harus
diamati secara empiris adalah tentang manusia. Tanpa memahami manusia maka
pemahaman tentang agama tidak akan menjadi sempurna.
Kemudian, sebagai akibat dari
pentingnya kajian manusia, maka mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi
kehidupan manusia juga menjadi sangat penting. Kebudayaan, yang memberikan arti
bagi kehidupan dan perilaku manusia yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami
manusia.
Kedua, kajian antropologi juga
memberikan fasilitas bagi kajian Islam untuk lebih melihat keragamaan pengaruh
budaya dalam praktik Islam. Pemahaman realitas nyata dalam sebuah masyarakat
akan menemukan suatu kajian Islam yang lebih empiris. Kajian agama dengan
cross-culture akan memberikan gambaran yang variatif tentang hubungan agama dan
budaya. Dengan pemahaman yang luas akan budaya-budaya yang ada memungkinkan
kita untuk melakukan dialog dan barangkali tidak mustahil memunculkan satu
gagasan moral dunia berdasarkan pada
kekayaan budaya dunia.
III. Signifikasi Antropologi Sebagai
Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologis
dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama
dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
Penelitian antropologi yang Grounded Research,
yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang
ditelitinya. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun
terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut
selanjutnya disatukan dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Misalnya
seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur sosial
di Jawa yang berlainan.
Struktur-struktur sosial
yang dimaksud adalah Abangan (yang intinya berpusat dipedesaan), santri (yang
intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya
berpusat di kantor pemerintahan, dikota). Adanya tiga struktur sosial yang
berlainan ini menunjukkan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan
bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga
lingkungan yang berbeda itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban
Hindu dan Islam di Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan
pentingnya aspek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek
Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pemahaman agama tidak akan lengkap
tanpa memahami realitas manusia yang tercermin dalam budayanya. Posisi penting
manusia dalam Islam seperti digambarkan dalam proses penciptaannya yang ruhnya
merupakan tiupan dari ruh Tuhan memberikan indikasi bahwa manusia menempati
posisi penting dalam mengetahui tentang Tuhan.
Dengan demikian pemahaman agama
secara keseluruhan tidak akan tercapai tanpa memahami separuh dari agama yaitu
manusia. Tidak berlebihan untuk menyebut bahwa realitas manusia sesungguhnya adalah
realitas ketuhanan yang empiris. Disinilah letak pentingnya pendekatan antropologi dalam mengkaji Islam.
II. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat
kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam makalah ini masih banyak
kekurangannya. Maka dari itu, sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
§ Ahmad,
Akbar S. Drs. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah
§ Noto
Abuddin, Prof. Dr. H. M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004
§ Sulaeman,
Munandar, MS Drs. M, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993
§ Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980
§ Hoselitz,
Bets F, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar